Sabtu, 10 Februari 2018

Kilas balik sejarah Sultan Muhammad Siradjuddin (Sultan Dompu)

Sultan Muhammad Siradjuddin Menentang Kompeni

Sumber: Moh. Kisman Pengeran, 2013, DARI KONTRAK PANJANG HINGGA MUSNAHNYA ISTANA DARI RAKYAT, Bogor: Morinawa

Silsilah Raja-raja Dompu
Menurut Soenardi, 1976

1.Dewa Bat. Dompu
Indera Kumala

2.Dewa Ind. Dompu 3.Dewa Mbora Dompu

4.Dewa Mbora Balada 5.Dewa yang punya kuda

6.Dewa yang mati di Bima
(diasingkan karena zalim)
7. Dewa Mawaa La Patu
(Raja Bima bergelar Mawaa Laba)

8. Dewa Mawaa Taho
Dadela Nata

Joharmani 9. Sultan Samsuddin 10. S. Jamaluddin
(Putri syeh Nurdin dari Mekkah) Mawaa Tunggul Manuru Dorongao

11. S. Sirajuddin putri Sultan Goa
Manuru Bata

12. S. Ahmad Manuru Kilo 13. S. Abdul Rasul I Manuru Laju

14. S. Usman Mawaa Parabo
15. S. Abdul Kahar
Mawaa Hidi
(putera Raja Kendari)
16. S. Samsuddin 17. S. Ahmad Syah 18. S. Abdul Kadir
Mawaa Sampela Mawaa Kambu Mawaa Alus

(Kamaluddin Mawaa Iha)
Diasingkan karena zalim

18. S. Abdul Kadir
Mawaa Alus

19. S. Abdurrahman 20. S. Abdul Wahab
Manuru Kempo Mawaa Cau

21. S. Abdullah 22. S. Muhammad Tajul Arifin 1 23. S. Abdul Rasul II
Mawaa Saninu Mawaa Mbere Bata Bou

S. Yakub 24. S. Muhammad Salahuddin
(diasingkan karena kurang waras) Mawaa Adil

25. S. Abdullah 26. S. Abdul Aziz

27. S. Muhammad Sirajuddin
(diasingkan ke Kupang oleh Kompeni)

28. S. Muuhammad Tajul Arifin II
(1947-1957, ob. 1963)

***

Silsilah Raja-raja Dompu
Menurut rekaman M. Jauffret, 1961

Sang Bima

1. Indera Kemala Indera Jamarut
Dewa Bitara Dompu

2. Dewa Ind. Dompu 3. Dewa Mambara Bisu 4. Dewa Mambara Belanda

5. Dewa yang punya kuda

6. Dewa yang mati di Bima

7. Dewa Mawaa Lapatu
(Raja Bima bergelar Mawaa Laba)

8. Dewa Mawaa Taho

9. Sultan Syamsuddin S. Malikussaid
Mawaa Tunggu (Makassar, 1606-1653)

10. S. Jamaluddin 11. S. Sirajuddin I Patimang Daeng Nisakking
Manuru Dorongso Manuru Beta Karaeng Bontojelne

12. S. Ahmad 13. S. Abdulrasyul
Manuru Kilo Manuru Laju

15. S. Abdulkahar 14. S. Usman
Manuru Midi Mawaa Parabo

16. S. Syamsuddin 17. S. Kamaluddin Mawaa Sampela
18. S. Ahmad Syah
Manuru Kambu
19. S. Abdul Kadir
Manuru Alus

20. S. Abdul Rahman
Manuru Kempo

Istri asal Jarangoco 21. S. Abdul Wahab istri asal Bali
Mawaa Cau

22. S. Abdullah 23. S. Yakub 24. S. Abdullah Tajul Arifin I 25. S. Abdulrasyul II
Mawaa Saninu
26. S. Muhammad Salahuddin

27. S. Abdullah II
Bancihincawa

28. S. Muhammad Sirajuddin

29. S. Muhammad Tajul Arifin II
Mawaa Sama

SILSILAH SULTAN DOMPU
(1545 – 1934)

NO URUTAN SULTAN TAHUN BERTAHTA URUTAN RAJA LAMA BERTAHTA
1 SAMSUDIN 1545 – 1590
24 – 9 – 1545 9 45 TAHUN
2 JAMALUDDIN 1590 – 1627 10 37 TAHUN
3 SIRADJUDDIN
(JENELI DEA, TURELI BOLO) 1627 – 1667 11 40 TAHUN
4 ABDUL HAMID AHMAD 1667 – 1697 12 30 TAHUN
5 ABDUL RASUL
BUMI SO ROWO 1697 – 1718 13 21 TAHUN
6 USMAN DAENG MANABANG 1718 – 1727 14 9 TAHUN
7 ABDUL YUSUF USMAN 1727 – 1732 15 5 TAHUN
8 KAMALUDIN ALI AKBAR 1732 16 DIASINGKAN
9 ABDUL KAHAR DAENG MAMU 1732 – 1749 17 17 TAHUN
10 AHMAD ALAUDIN JOHANSYAH 1749 – 1765 18 16 TAHUN
11 ABDUL KADIR (JENELI HU’U) 1765 – 1774 19 9 TAHUN
12 ABDURRAHMAN 1774 – 1787
1793 – 1798 20 13 TAHUN
5 TAHUN
13 ABDUL WAHAB
(TURELI DOMPU) 1787- 1793 21 6 TAHUN
14 YACUB DAENG PABELA 1798 22 DIASINGKAN
15 ABDULLAH I 1798 – 1799
1799 – 1805 23 1 TAHUN
6 TAHUN
16 MUHAMMAD TADJUL ARIFIN 1805 – 1809 24 14 TAHUN
17 ABDUL RASUL
(DAE HAU) 1809 – 1857 25 43 TAHUN
18 MUHAMMAD SALAHUDDIN 1857 – 1870 26 13 TAHUN
19 ABDULLAH II 1870 – 1882 27 12 TAHUN
20 MUHAMMAD SIRADJUDDIN

1882 – 1934
TURUN TAHTA:
11– 9-1934
WAFAT:
14 – 2- 1937
1847 – 1937 28 52 TAHUN
21 MUHAMMAD TADJUL ARIFIN 1947 – 1955 29 8 TAHUN

Berdasarkan data dari Pusat Dokumentasi Raja-Raja di Indonesia Pusaka, Vlaringen, Belanda.
Disusun oleh Abdul Aziz Siradjuddin.
Bagian I
DOMPU TELAH EKSIS BERABAD-ABAD

1. Ada Sebelum Sumpah Palapa
Judul di atas tidak mengada-ada. Dompu dulu memang pernah merupakan sebuah kerajaan yang berjaya, mandiri dan kuat. Buktinya dapat dilihat dalam catatan sejarah kerajaan Majapahit yang berpusat di Jawa. Ketika Gajah Mada, Patih Mangkubumi Majapahit hendak menyatukan seluruh Nusantara, dia menemukan masih ada 10 “nagari” yang perlu ditundukkan untuk mewujudkan Nusantara di bawah satu panji, Majapahit, sehingga menyebabkan ia harus mengeluarkan Sumpah Palapa yang terkenal itu.
Menurut Muhammad Yamin (2005, hlm. 52), di muka para menteri dan di tengah-tengah paseban, Gajah Mada mengucapkan janji, “Saya baru akan berhenti berpuasa makan palapa, jikalau seluruh Nusantara bertakluk dibawah kekuasaan Negara; jikalau Gurun, Seram, Tanjungpura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang dan Tumasik sudah dikalahkan.”
Sumpah palapa di ucapkan Gajah Mada pada tahun 1331, pada awal kekuasaan Gajah Mada sebagai patih Mangkubumi Majapahit, saat mana Negara Majapahit baru berkembang di Jawa Tengah dan Jawa Timur, dan imperiumnya belum melingkar seluruh daerah Nusantara.
Bagi sebagian kerabat istana Majapahit saat itu, Sumpah Palapa dinilai terlampau mengerikan dan dianggap mustahil dapat menjadi kenyataan, mengingat kerajaan-kerajaan yang hendak ditaklukkan bukanlah lawan-lawan yang enteng.
Oleh seba itu, sewaktu Sumpah Palapa diucapkan, menurut Muhammad Yamin (2005, hlm. 53), terdengarlah makian dan ejekan yang tidak merdu bunyinya. “Ra Kembar dan Ra Banyak dengan terus terang mengatakan tak mau percaya kepada kemenangan Gajah Mada dan terus memaki-maki dengan perkataan yang kasar-kasar. Jabung-terewas dan Lembu-peteng tertawa-tawa mengejekkan Gajah Mada yang dianggap sombong dan tinggi hati itu.” Tetapi ternyata, penyatuan Nusantara berhasil diwujudkan Gajah Mada.
Hanya saja, sejak Sumpah Palapa dikeluarkan, tidak serta merta impian Gajah Mada tercapai. Butuh waktu puluhan tahun. Penyerbuan pertama Majapahit atas Dompu dilakukan tahun 1344 dengan pasukan yang dikomandani Tumenggung Nala. Tetapi gagal. Dompu baru berhasil di tundukkan pada tahun 1357, setelah Gajah Mada mengutus lagi Tumenggung Nala yang dibantu pasukan dari Bali di bawah pimpinan Panglima Soka.
Kesuksesan menaklukan Dompu ini merupakan salah satu peristiwa yang paling penting dalam catatan keberhasilan Gajah Mada menyatukan Nusantara, sejajar dengan peristiwa penting lain yang didapatkannya pada tahun yang sama, berupa kegagalan, yaitu pecahnya perang Bubat melawan kerajaan Pakuan Pajajaran yang berakibat tewasnya Prabu Ratu Dewata (Seri Baduga Maharaja), raja Pakuan Pajajaran bersama putrinya, Diyah Pitaloka alias Citrasymi yang hendak dipersunting raja Majapahit, Prabu Hayam Wuruk. Sejarah kemudian mencatat, hubungan Jawa dana Sunda terganggu akibat peristiwa itu. Terbukti, sampai sekarang tidak ada nama jalan Gajah Mada dan Hayam Wuruk di tanah Pasundan.
Cerita tentang penundukan Dompu dipaparkan dalam “Pupuh LXXII” : kitab Negarakertagama. Ini menunjukkan betapa pentingnya sebuah Kerajaan Dompo kala itu bagi Majapahit. “Pupuh” yang terbagi ke dalam enam bagian ini bertemakan tentang Tumenggung Nala. Persisnya pada bagian ketiga tertulis sebagai berikut: Keturunan orang cerdik dan setia; Selalu memangku pangkat pahlawan; Pernah menundukan Negara Dompo; Serba ulet menaggulangi musuh. (Slamet Mulyana, “Nagarakertagama dan Tafsir sejarahnya”).
Usai dikuasai, Raja Dompo dibawa menghadap Prabu Hayam Wuruk di Istana Majapahit. Sang raja bersama dua putrinya, dan dua gadis kerabat istana kerajaan Dompo – yang kesemuanya dilukiskan cantik-cantik – semula pasrah karena menyangka akan dipenjarakan, tetapi ternyata disambut meriah oleh Majapahit. Prabu Hayam Wuruk justru berterima kasih kepada Dompo mau bersedia menyatu dengan Majapahit untuk bersama-sama menggapai kebesaran, dan ia mempersilahkan Raja Dompo melanjutkan pemerintahannya sebagaimana biasa. Persatuan dan kesatuan yang dibutuhkan Majapahit, menurut Prabu Hayam Wuruk, untuk mencegah upaya yang dilakukan (kerajaan) Tartar yang tak pernah berhenti melebarkan kekuasaannya. (Langit Kresna Hariadi, 2006).
Jika dimulai dari catatan sejarah kerajaan Majapahit saja yang berabad-abad lalu Dompu telah eksis sebagai sebuah Negara berbentuk kerajaan, berarti jauh sebelum lahirnya Sumpah Palapa oleh Gajah Mada tahun 1331, Kerajaan Dompu sudah mengibarkan panji-panji kebesaran. Keberadaannya bahkan lebih dahulu dibanding kerajaan Pakuan Pajajaran yang berdiri kira-kira tahun 1333 di Parahiangan Timur dekat Bogor, di kaki Gunung Salak-Gunung Gede. Kerajaan Pakuan Pajajaran merupakan lanjutan kerajaan Galuh yang Pusatnya terletak di Kawali dekat Ciamis.

2. Mengugat Hari Lahir Yang Aneh
Bertolak dari hal di atas, menjadi aneh apabila hari lahir Dompu dimulai berdasarkan meletusnya Gunung Tambora tanggal 11 April 1815, yang berarti pada tahun 2013 Dompu baru berusia 198 tahun. Padahal, bisa jadi usia sebenarnya lebih dari 700 tahun. Itu sebabnya, penetapan hari lahir yang aneh ini perlu “digugat”.
Tidak ada daerah di Nusantara yang hari lahirnya ditetapkan berdasarkan terjadinya letusan gunung yang terdapat di masing-masing daerahnya. Beberapa contoh daerah yang mempunyai gunung meletus dapat disebut di sini, waktu terjadinya letusan tidak digunakan sebagai hari lahir masing-masing daerah tersebut.
DKI Jakarta hari jadinya ditetapkan tanggal 22 juni 1527 yaitu dihitung dari mulai berkuasanya Pangeran Jayakarta yang memimpin daerah ini hingga kawasan Banten, sedangkan gunung Krakatau di Selat Sunda meletus tahun 1880; Serang (Banten) menetapkan hari jadinya tanggal 18 Maret 1620 dihitung sejak masa Sultan Maulana Hasanudin, bukan juga berdasarkan meletusnya Gunung Krakatau; Bandung hari jadinya tanggal 20 April 1641 dimulai dari era Sultan Agung Mataram, bukan berdasarkan meletusnya Gunung Tangkuban Perahu tahun 1829; dan Bogor menetapkan hari lahirnya tanggal 3 Juni 1482 di zaman kepemimpinan Sri Baginda Maharaja, Raja Pakuan Pajajaran, sedangkan Gunung Salak/Papandayan meletus tahun 1780.
Selanjutnya Gowa (Sulawesi Selatan) memiliki gunungbernama Lompo Batang yang meletus tahun 1808, tetapi hari jadi daerah ditetapkan tanggal 18 Oktober 1669 sejak naik tahtanya Sultan Hasanuddin; begitu juga Makassar hari jadinya sejak 9 Juni 1607 dihitung dari masa Datu Musing-Karaeng Galesong bukan pula pada berdasarkan meletusnya Gunung Lompo Batang; dan Karangasem (Bali) dimulai pemerintah Raja Tjokorde Gede Raka tanggal 21 Maret 1680 lebih lama dibandingkan meletusnya Gunung Agung tahun 1963.
Surabaya hari lahirnya dimulai tanggal 31 Mei 1293 sejak Raja Singasari pertama, sedangkan Gunung Bromo di Jatim meletus tahun 1580; dan terakhir Ternate (Maluku Utara) hari jadinya ditetapkan mulai tanggal 1 Maret 1527 di zaman Pangeran Zabirsyah, sedangkan Gunung Gamalama di daerah itu meletus tahun 1474.
Helius sjamsudin (2005), pengusul/pengagas hari lahirnya Dompu pada tanggal 11 April 1815 (dan disetujui Pemda Dompu melalui Perda No 18 tanggal 19 Juni 2004), yaitu tepat pada hari terjadinya erupsi terdahsyat Gunung Tambora, mengakui bahwa Dompu akan menjadi satu-satunya Kabupaten di Indonesia yang menjadikan Hari Jadi Wilayahnya berdasarkan saat letusan gunung berapi. Ia menyatakan, ini memang unik karena sejarah adalah suatu keunikan. “Dalam hal-hal yang baik Dompu haru berani tampil beda dan lebih baik,” kata dia memberi alasan lebih lanjut.
Argumen Helius Sjamsudin itu boleh-boleh saja jika dilihat dari sudut pandang kepepet, lantaran “malas” menggali fakta-fakta sejarah Dompu. Tapi biarpun begitu , ini tetap merupakan suatu keanehan, bahkan absurd (ganjil) seperti diakui sendiri oleh Helius Sjamsudin (2005).
Sebab, sebagaimana mungkin Dompu harus membuat Perayaan dan bersuka cita pada tiap tanggal itu, saat mana sebaliknya banyak orang diberbagai belahan dunia mengenag peristiwa tersebut dengan keprihatinan dan kesedihan karena erupsi Gunung Tambora telah membuat penderitaan luar biasa yang tak gampang dilupakan entah sampai kapan.
Kalau saja para penduduk atau keturunan Kerajaan Tambora dan Kerajaan (Pa)Pekat masih ada yang hidup, niscaya mereka akan protes dan tidak akan sudi Dompu menetapkan hari jadinya pada tanggal 11 April 1815. Sayangnya, tidak ada sama sekali sisa kehidupan di dua kerajaan itu, karena lahar panas Gunung Tambora meluluhlantakkan mereka rata dengan tanah.
Lagi-lagi bisa disebut pula janggal, manakala peristiwa letusan Gunung Tambora dijadikan alasan untuk memberi istilah adanya Dompu Lama (Dompu Ntoi) sebelum letusan, dan Dompu Baru (Dompu Mbou) sesudah letusan, seperti juga diutarakan oleh Helius Sjamsudin (2005), dimana hal itu turut dijadikan bahan pertimbangan lain dalam menetapkan hari jadi Dompu, yang berdasarkan atas waktu meletusnya Gunung Tambora.

3. Mencari Waktu Lain Buat Opsi Hari Jadi
Secara institusional, Dompu tidak pernah sempat lenyap, baik karena bubarnya kerajaan oleh sebab-sebab tertentu, atau musnahnya seluruh perangkat institusi pemerintahan, rakyat dan berikut geografi wilayahnya oleh akibat letusan Gunung Tambora, seperti menimpa dua kerajaan kecil di kaki gunung tersebut, Tambora dan Pekat.
Dalam peristiwa letusan gunung itu, Dompu tetap eksis walaupun turut menerima imbas dari letusan gunung Tambora. Misalnya, istana tua (asi ntoi) terpaksa dipindahkan dari Bata yang terletak di Sori Na’e karena tak bisa digunakan lagi akibat tertimbun abu vulkanik Gunung Tambora. Pemindahan dilakukan ke sebelah utara sungai, persisnya lokasi yang kini menjadi tempat berdirinya masjid jami Dompu, Baiturahman.
Bukti-bukti tetap eksisnya Dompu dapat pula dilihat dari kesinambungan pemerintaha yang tidak pernah berhenti (Vakum) sejak zaman hindu sampai dengan Sultan Muhammad Siradjuddin yang menentang Belanda, sehingga mengakibatkan beliau diasingkan ke Kupang, Pulau Timor. Lazimnya, eksistensi sebuah wilayah pemerintahan dijadikan acuan untuk menetapkan hari lahir suatu daerah, bukan berdasarkan makna-makna simbolis diluar itu yang dicari-cari pembenarannya.
Dompu mempunyai dua batas masa yang bisa dijadikan acuan untuk menetapkan hari jadinya; masa kerajaan Hindu, dan masa kerajaan Islam. Jika seperti ini diakui oleh Helius Sjamsudin (2005), di masa kerajaan Hindu sulit ditemukan tanggal-bulan-tahun yang tepat mengenai berdirinya kerajaan Hindu Dompu pertama akibat minimnya data-data sejarah tentang Dompu di masa itu, padahal (katanya) tanggal-bulan-tahun harus menjadi satu kesatuan (entitas) yang utuh untuk menetapkan hari lahir suatu wilayah pemerintahan, maka pilihan kedua dapat digunakan dokumen masa kerajaan Islam Dompu yang lebih jelas.
Masa kerajaan Islam Dompu dimulai dari kepemimpinan sultan pertama, yaitu Sultan Samsudin, yang dinobatkan pada tanggal 24 September 1545 (lihat data silsilah Sultan Dompu (1545-1934)). Apabila data ini yang hendak dipakai, walaupun mungkin harus juga dianggap “terpaksa” – lantaran sejarah keberadaan Dompu sebenarnya lebih lama dari itu – tidak apalah. Daripada menggunakan tanggal terjadinya letusan Gunung Tambora yang terkesan bersenang-senang diatas penderitaan dunia.
Selanjutnya setelah ini, perlu terus diupayakan menggali data-data zaman Hindu, sehingga mungkin saja suatu ketika kelak ditemukan tanggal-bulan-tahun tentang berdirinya pemerintahan Dompu yang pertama di zaman Hindu, dengan raja, rakyat, dan wilayah yang jelas dan berdaulat, sehingga hari jadi yang akurat akan benar-benar dipunyai Dompu.
Pulau Sumbawa
Pada zaman sebelum Gunung Tambora meletus tahun 1815, di Pulau Sumbawa terdapat lima kerajaan dengan pembagian wilayah seperti yang terlihat di atas. Kini wilayah eks Kerajaan Tambora dan Kerajaan Pekat menjadi wilayah Kabupaten Dompu, termasuk sebagian wilayah eks Kesultanan Sanggar. Sebagian lain wilayah eks Kesultanan Sanggar masuk wilayah kabupaten Bima. (Henri Chambert-Loir, 2005).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Selamat datang, terimakasih sudah berkunjung.
Mohon gunakan bahasa yang sopan dalam berkomentar.
Jika ingin minta data postingan ini, silahkan chat pada kolom yang disediakan.

Terimakasih

Popular Posts

Arsip Blog

Definition List

Unordered List

Support