Deskripsi
singkat isi pokok bahasan
Sistem
perkawinan merupakan salah satu program yang penting dalam pemuliaan ternak di
samping sistem seleksi. Kedua sistem ini saling melengkapi. Ternak-ternak
unggul hasil dari pelaksanaan seleksi dikawinkan. Hasil perkawinannya yang
belum sesuai dengan tujuan pemuliaan diseleksi lagi, dan seterusnya hingga
tujuan pemuliaan tercapai. Berdasarkan ada atau tidak adanya campur tangan
manusia ada dua macam perkawinan, yaitu inseminasi alami dan inseminasi buatan.
Berdasarkan keterdekatan hubungan keluarga ada dua sistem perkawinan yaitu
perkawinan antara ternak yang mempunyai hubungan kekerabatan atau silang dalam
dan perkawinan antar ternak yang tidak mempunyai hubungan kekerabatan atau
silang luar.
Tujuan Instruksi
Khusus
Setelah
mempelajari pokok bahasan ini mahasiswa akan dapat menjelaskan dengan benar
(80%) tentang inseminasi alami, inseminasi buatan, perkawinan silang dalam, dan
perkawinan silang luar.
Cara
belajar
Baca
dan pahami bab VI ini dengan baik, buat ringkasan dan pertanyaan, serta
kerjakan soal-soal latihan. Ada
beberapa pertanyaan yang perlu dijawab secara sistematis dan lengkap tetapi
ringkas. Untuk menjawabnya dianjurkan dilaksanakan dengan belajar kelompok agar pemahaman lebih
mendalam.
Isi
6.1. Macam perkawinan
Perkawinan
pada ternak dapat dilakukan dengan dua
cara, tanpa campur tangan manusia, dan dengan campur tangan manusia. Macam yang pertama
dapat disebut perkawinan alami atau inseminasi/pembuahan alami, sedangkan yang kedua dinama-kan
inseminasi buatan yang dikenal umum dengan istilah kawin suntik.
Pada pembuahan alami ternak jantan
langsung mengawini ternak betina, sehingga dibutuhkan relatif banyak pejantan.
Keuntungannya tidak dibutuhkan banyak tenaga dan waktu, resikonya dibutuhkan banyak biaya untuk pakan.
Dengan perkawinan langsung ada kemungkinan ternak betina tertular penyakit
kelamin. Pada sistem ini ternak jantan hanya dapat dimanfaatkan selama masih
hidup, dan selama masih punya kemampuan kawin. Per ejakulasi satu pejantan
hanya dapat membuahi satu betina, sehingga kurang ekonomis, apalagi tingkat
pembuahan rendah karena semen dideposisi di dalam vagina.
Pada
pembuahan buatan atau kawin suntik, ternak jantan tidak langsung mengawini ternak betina. Ternak
betina diinseminasi dengan semen yang diambil dari ternak jantan. Pada sistem
ini tidak dibutuhkan pejantan banyak, sehingga tidak memakan banyak biaya untuk
pengadaan pakan, juga tidak ada
kemungkinan ternak betina tertular penyakit kelamin karena tidak kontak badan
langsung. Keuntungan yang lain dari pembuahan buatan, satu kali ejakulasi
semennya dapat digunakan oleh ratusan sapi betina dan semen tetap dapat
digunakan walaupun ternaknya sudah mati. Dibandingkan dengan pembuahan alami,
pada pembuahan buatan tingkat terjadinya
pembuahan tinggi karena semen di deposisikan di dalam leher rahim (serviks).
Namun
hal tersebut di atas hanya berlaku pada
perusahaan ternak bibit yang berskala usaha besar, yang sudah betul-betul
menggunakan manajemen yang bagus dan peralatan yang lengkap serta tenaga kerja
yang benar-benar trampil. Di Indonesia kebanyakan usaha peternakan masih berupa
peternakan rakyat dengan manajemen yang masih sederhana, modal terbatas serta
tenaga kerja yang belum trampil, dan masih berupa usaha sambilan. Dengan
demikian keadaan seperti yang disebutkan di atas belum dapat direalisasi. Pada kondisi
yang demikian justru tingkat pembuahan pada kawin alam lebih bagus hasilnya
daripada kawin buatan.
Perkawinan
alami biasanya hanya terjadi pada perkawinan antar ternak/hewan yang berkerabat
dekat, atau terbatas ternak-ternak di dalam suatu populasi, sedangkan
perkawinan buatan biasanya terjadi pada perkawinan antar ternak yang berkerabat
jauh, atau antar bangsa, bahkan dapat antar spesies. Dalam kaitannya dengan
perkawinan antar kerabat, perlu dijelaskan terlebih dahulu tentang hubungan
kekerabatan.
6.2. Pengertian, macam dan
ukuran hubungan kekerabatan
Pembahasan
dalam bab ini akan difokuskan pada perkawinan silang dalam atau perkawinan antar
ternak yang berkerabat dan perkawinan silang luar atau perkawinan antar ternak
yang tidak mempunyai hubungan kekerabatan. Agar pembahasan mudah dapat dipahami
perlu terlebih dahulu disajikan pengertian kekerabatan, dan macam kekerabatan.
Hubungan dalam kekerabatan itu sendiri ada yang jauh ada pula yang dekat. Untuk
itu perlu diketahui adanya ukuran hubungan kekerabatan.
6.2.1.Pengertian
kekerabatan
Apabila
nenek moyang ditelusuri hingga jauh ke atas semua ternak dalam suatu bangsa mungkin
mempunyai hubungan keluarga. Untuk tujuan praktis, ternak-ternak dikatakan
berkerabat bila mempunyai nenek moyang yang sama pada empat hingga enam
generasi pertama dari silsilah keluarganya. Nenek moyang yang sama disebut
“moyang bersama” (common ancestor). Gambar
6.1 menggambarkan ternak-ternak yang mempunyai hubungan keluarga.
Pada
Gambar 6.1 A, B, dan C tidak memiliki hubungan keluarga. B kawin dengan A
menghasilkan anak AB1. B kawin dengan C menghasilkan anak BC1 dan BC1a. BC1 dan
BC1a merupakan saudara kandung, yang keduanya memiliki saudara tiri (satu induk
lain pejantan) AB1. Ternak AB1 mempunyai anak AB2, dan BC1 mempunyai anak BC2.
AB2 dan BC2 adalah cucu dari B. BC2 merupakan kemenakan dari BC1a. AB5, BC5,
dan BC5a masih berkerabat karena mempunyai moyang bersama B.
Gambar 6.1. Hubungan
keluarga
Dari
kajian pewarisan gen, dua individu ternak dikatakan berkerabat bila memiliki banyak
gen yang sama. Makin dekat hubungan berkerabat antar individu ternak, makin
tinggi proporsi gen-gen yang sama. Karena gen-gen mempengaruhi sifat-sifat yang
dimiliki pada ternak, dengan semakin tinggi proporsi gen-gen yang sama yang
dimiliki kedua individu, makin banyak kemiripan sifat keduanya.
6.2.2.Macam hubungan
kekerabatan
Hubungan
kekerabatan dibedakan menjadi dua, yaitu hubungan langsung dan hubungan tidak
langsung. Hubungan langsung atau hubungan vertikal adalah hubungan antara tetua
dengan anaknya atau kebalikannya antara anak dengan tetuanya.
Contoh:
-
Pada Gambar 6.2
hubungan kekerabatan antara Rosey dengan Jake (ayahnya) atau dengan Bety.
-
Pada Gambar 6.3
hubungan kekerabatan antara Duke dengan Prince (anaknya).
Hubungan
kekerabatan di luar hubungan vertikal disebut dengan hubungan tidak langsung
atau hubungan kolateral.
Contoh:
-
Duke dan Tammy
merupakan saudara tiri (halfsib)
karena mempunyai ayah (Sam) yang sama tetapi beda induk.
-
Dari gambar kedua
silsilah keluarga terlihat bahwa Rosey berkerabat dengan Prince, Duke, Tammy
dan Lucy, karena mereka sama-sama mewarisi gen dari Sam.
Perlu
diketahui bahwa hubungan kolateral antar individu tidak harus pada satu
silsilah keluarga, paling tidak ada satu tetua bersama yang muncul pada kedua
silsilah. Pada contoh di atas Sam sebagai tetua umumnya.
Gambar 6.2. Silsilah
ternak Rosey (Sumber: Sufflebeam, 1989)
6.2.3.Ukuran
keterdekatan hubungan kekerabatan
Tingkat
keterdekatan hubungan kekerabatan dinyatakan sebagai “koefisien kekerabatan” (R). Koefisien
kekerabatan anak dengan salah satu
tetuanya sebesar 50% karena anak mendapat warisan gen sebanyak 50%. Koefisien
kekerabat antara seekor cucu dengan salah satu kakek atau neneknya (dari garis
bapak atau dari garis induk) sebesar 25%.
Gambar 6.3.
Silsilah ternak Prince (Sumber: Sufflebeam, 1989)
Pada
Gambar 6.2 R antara Rosey dengan Betty (induknya) atau dengan Jake (ayahnya)
50%. R Rosey dengan Sam (kakek dari
garis induk) 25%. R antara Rosey dengan Fancy (nenek buyut dari garis induk)
12,5%.
Dua
individu ternak akan makin dekat hubungan kekerabatannya bila pada catatan
silsilah keluarga terdapat individu moyang yang muncul lebih dari satu kali.
Makin sering muncul individu moyang tersebut makin dekat hubungan kekerabatan
antara kedua individu tersebut, akan makin besar pula koefisien kekerabatannya.
Pada
Gambar 6.3 R antara Rosey dengan Sam (kakeknya) 0,25 atau 25%. Pada Gambar 6.2 R
antara Prince dengan Sam yang merangkap sebagai kakek buyut dan sebagai kakek
sebesar 0,25 + 0,25 + 0,125 = 0,625. R antara Prince dengan Sam ternyata lebih
besar daripada R antara Prince dengan ayahnya (Duke). Sebagai saudara tiri R
antara Duke dan Tammy 25%. Pada kenyataannya keduanya memiliki R lebih dari 25%
karena Sam juga merupakan kakek dari Tammy dari garis keturunan induknya
(Lucy).
Gambar 6.4. Penggabungan Gambar
6.2 dan Gambar 6.3, nama ditulis
huruf
awalnya saja.
(Sumber:
Sufflebeam, 1989)
Gambar 6.5. Diagram panah
silsilah prince dan rosey
(Sumber: Sufflebeam, 1989)
a. Menghitung
koefisien kekerabatan
Menghitung
koefisien kekerabatan antar dua ekor ternak yang mempunyai hubungan kolateral
dapat dilakukan dengan cara menggunakan diagram panah (lihat Gambar 6.5).
S dan W merupakan moyang bersama. Anak panah berasal dari moyang bersama menuju
ke arah individu yang mempunyai hubungan kolateral. Untuk menghitung koefisien kekerabatan digunakan rumus
sebagai berikut:
Rumus:
|
R
= koefisien kekerabatan
N
= jumlah anak panah dari setiap jalur
Untuk
mempermudah penghitungan jumlah anak panah, berdasarkan Gambar 6.5 dibuat Tabel
6.1. dari table ini selain lebih mudah mengetahui jumlah anak panah juga akan
dengan mudah menghitung jumlah (1/2)n.
Tabel 6.1. Jalur-jalur yang menghubungkan
antara individu P dan R yang
digunakan untuk menghitung
koefisien kekerabatan
Jalur
|
Jumlah anak
panah
|
(1/2)n
|
P
D W
J R
P D S B R
P T S B R
P T L S
B R
|
4
4
4
5
|
0,06250
0,06250
0,06250
0,03125
|
Koefisien kekerabatan P dengan R
|
R = ∑
(1/2)n
|
0,21865
|
(Sumber:
Noor, 1996)
Dari Tabel 6.1
didapatkan bahwa R (koefisien
kekerabatan) antara P dengan R adalah 0,21865 atau dibulatkan menjadi 0,22.
6.3. Metode Perkawinan
Setelah
dipahami hal-hal tentang kekerabatan barulah berikut dibahas tentang metode
perkawinan pada ternak. Berdasarkan ada tidaknya hubungan kekerabatan ada dua
macam metode perkawinan yaitu silang dalam
(close breeding) dan silang luar (out breeding).
6.3.1.
Silang dalam (close breeding)
Silang
dalam adalah perkawinan antar ternak
yang masih punya hubungan kekerabatan hingga empat atau enam generasi. Dengan
batasan tersebut bila sudah di atas enam generasi sudah tidak masuk dalam
kategori kerabat, sehingga perkawinan antar individu ternak tidak lagi disebut
sebagai silang dalam. Ada dua macam metode silang dalam yaitu: Inbreeding dan Line breeding
a). Inbreeding
Inbreeding
adalah perkawinan antar ternak yang memiliki hubungan kekerabatan relatif lebih
dekat dibandingkan dengan rataan hubungan kekerabatan dengan ternak-ternak lain
dalam suatu populasi. Dengan kata lain, inbreeding adalah perkawinan antar
ternak yang memiliki satu atau lebih nenek moyang bersama (common ancestor).
Contoh:
Perkawinan
antara seekor pejantan (A) dengan anak-anak betinanya (B) menghasilkan anak X.
Ternak A merupakan common ancestor bagi
ternak X.
|
|||
|
|
|||
Gambar 6.6. Perkawinan inbreeding
Keterdekatan
hubungan kekerabatan antar ternak yang kawin disebut dengan “tingkat inbreeding”
yang derajatnya keterdekatannya dinyatakan dalam “koefisien inbreeding” atau
“koefisien silang dalam”.
a.1.
Menghitung koefisien silang dalam (F)
Pada
dasarnya koefisien silang dalam dari suatu individu ternak adalah setengah dari
koefisien kekerabatan (R) individu ternak tersebut dengan tetuanya. Dengan
demikian rumus untuk menghitung koefisien silang dalam (F) adalah:
F = ½ R atau
F = ½ ∑ (1/2)n
Koefisien
kekerabatan (R) antar saudara kandung = 0,50; koefisien silang dalam (F) untuk saudara kandung = ½ x 0,50 = 0,25.
Gambar 6.7. Silsilah dan diagram panah
hasil kawin silang antar saudara kandung
(Sumber: Noor,
1996)
Koefisien
kekerabatan (R) antar saudara tiri= 0,25; sehingga F untuk saudara tiri = ½ x
0,25 = 0,125 (lihat Gambar 6.8).
Pada Gambar 6.8 hanya
ada satu jalur yang menghubungkan individu S dan D melalui A yang memiliki
dua anak panah (n), yaitu : S A D.
R
antara S dan D adalah (1/2)n=
(1/2)2 = 0,25, sehingga F = ½
x 0,25 = 0,125.
Catatan:
anak panah yang menghubungkan tetua dengan anak tidak dihitung.
Perkawinan
silang dalam dalam suatu populasi yang makin intensif akan meningkatkan
koefisien kekerabatan antar individu dalam populasi, juga akan meningkatkan
koefisien silang dalam masing-masing individu.
Gambar 6.8. Silsilah dan diagram
panah hasil perkawinan antar saudara tiri
(Sumber: Noor, 1996)
a.2. Bertambahnya koefisien inbreeding per generasi
Bilamana dalam suatu populasi atau suatu
peternakan selalu dilakukan perkawinan di antara ternak-ternak yang ada maka tingkat
inbreeding akan semakin bertambah. Bertambahnya tingkat inbreeding dihitung dengan
rumus sebagai berikut:
1
F = ------
2Ne
F = bertambahnya tingkat inbreeding per generasi
Ne = ukuran populasi efektif (effective population size)
Nilai
Ne didapat dari rumus:
4 Nm Nf
Ne = -------------
Nm + Nf
|
Keterangan:
Nm
= jumlah pejantan dalam populasi
Nf = jumlah betina
dalam populasi
a.3.
Akibat silang dalam
Inbreeding
memberikan keuntungan sekaligus kerugian. Keuntungan silang dalam adalah:
-
Meningkatkan
homosigositas sekaligus menurunkan heterosigositas.
-
Meningkatkan frekuensi
ternak yang bergenotipe homosigot dominan, atau mengumpulkan gen-gen yang baik.
-
Meningkatkan
keseragaman genetik.
-
Merupakan metode yang
paling bagus untuk membentuk strain murni dari kumpulan ternak yang tidak
diketahui asal muasalnya.
-
Dihasilkan ternak
sesuai dengan kebutuhan yang diinginkan.
Kerugian
akibat silang dalam adalah:
-
Menurunnya jumlah
pasangan gen yang heterosigot, dan meningkatnya jumlah pasangan gen yang
homosigot. Lihat Tabel 6.3.
-
Meningkatkan frekuensi
ternak yang bergenotipe homosigot resesif, atau mengumpulkan gen-gen yang
kurang baik. Beberapa gen resesif
bersifat letal yang ekspresinya akan muncul bila dalam kondisi homosigot
resesif.
-
Tingkat inbreeding yang
tinggi menyebabkan terjadinya “tekanan inbreeding” inbreeding depression) yang ditandai dengan munculnya
ketidaknormalan fisik seperti tubuh kerdil, rahang tidak normal, dan lain-lain.
-
Menurunnya penampilan /
performan:
ü Pada
ayam:
- produksi
telur menurun
- mortalitas
meningkat
ü Pada
sapi:
- berat
lahir menurun
- daya
hidup menurun
- berat
dan ukuran badan menurun
- produksi
susu dan lemak susu menurun
ü Pada
domba:
- produksi
wool (kualitas dan kuantitas) menurun
- fertilitas
menurun
Agar tidak terjadi tekanan
inbreeding pada ternak besar tiap tiga tahun dilakukan penggantian pejantan. Apabila
pejantan dibiarkan tetap berada di dalam populasi besar kemungkinan akan
mengawini anak-anaknya sendiri, atau saudara-saudara kandungnya.
Tabel 6.2. Silang dalam meningkatkan
jumlah individu yang homosigot dan
menurunkan jumlah
individu yang heterosigot dalam suatu populasi
Generasi
|
Jumlah
individu dengan genotip
|
%
genotip
|
Frekuensi
|
Frekuensi
|
||
DD
|
Dd
|
dd
|
yang
homosigot
|
Gen d
|
Genotip
dd
|
|
0
|
0
|
1600
|
0
|
0
|
0,50
|
0
|
1
|
400
|
800
|
400
|
50
|
0,50
|
0,25
|
2
|
400 +
200
|
400
|
400 +
200
|
75
|
0,50
|
0,375
|
3
|
600 +
100
|
200
|
600 +
100
|
87,5
|
0,50
|
0,437
|
4
|
700 +
50
|
100
|
700 +
50
|
93,8
|
0,50
|
0,468
|
5
|
750 +
25
|
50
|
750 +
25
|
96,9
|
0,50
|
0,484
|
(Sumber: Lasley, 1987)
b).
Line breeding
Line breeding merupakan salah satu
bentuk inbreeding dengan cara mengawinkan ternak yang masih satu nenek moyang
guna menghasilkan breed tertentu dengan tujuan untuk mendapatkan produk tertentu
dengan kualitas tertentu (misal untuk menghasilkan susu yang rendah lemak, atau
telur yang rendah kolesterol).
Pada Gambar 6.9 ternak C merupakan
individu ternak unggas yang memiliki kelebihan tertentu (misal menghasilkan
banyak telur dengan kandungan kolesterol yang rendah) dibandingkan ternak-ternak
unggas lain di dalam populasinya. Untuk tujuan tersebut ternak C banyak
dikawinkan dengan beberapa betina agar keturunannya (ternak X) menghasilkan banyak telur dengan kandungan
kolesterol yang rendah.
|
|||
Gambar 6.9. Perkawinan
linebreeding
6.3.2. Silang Luar (Out breeding)
Silang
luar (outbreeding) adalah perkawinan
antar ternak yang tidak ada hubungan saudara. Silang luar dapat dikategorikan
menjadi tiga, yaitu persilangan antar galur (line crossing), persilangan antar bangsa, dan persilangan antar
spesies.
Persilangan
antar galur adalah perkawinan antar ternak yang masih satu bangsa tetapi sudah
tidak ada hubungan kekerabatan atau sudah sudah tidakmemiliki tetua besama
selama lima generasi. Misal perkawinan antar sesama sapi bali dari Papua yang
bibitnya dari Pulau Lombok dengan sapi bali dari Pulau Bali. Persilangan antar
bangsa atau cross breeding adalah
perkawinan antar ternak yang beda bangsa, missal antara sapi bali dengan sapi
Hereford. Persilangan antar spesies atau inter-specific
hybridization adalah perkawinan antar ternak beda spesies, misal antara
itik dengan entok yang anaknya disebut tik-tok yang pertumbuhan badannya bagus
dan kualitas dagingnya juga bagus, tetapi tidak dapat dikembangbiakkan.
a.
Akibat
silang luar
Silang
luar berakibat pada kondisi genetik pada populasi dan penampilan atau fenotipe
dari ternak-ternak sebagai anggota dari populasi.
a1. Perubahan genetik pada populasi akibat silang
luar
Dengan
dilaksanakannya silang luar di dalam suatu populasi individu-individu ternak
yang bergenotipe heterosigot makin banyak atau tingkat heterosigositas
meningkat, sebaliknya yang bergenotipe homosigot makin sedikit atau tingkat
homosogositas menurun.
Tingkat
heterosigositas tergantung pada perbedaan genotipe antar ternak yang dikawinkan.
Makin jauh perbedaan genotipe antar ternak yang dikawinkan makin tinggi tingkat
heterosigositas. Dengan demikian tingkat heterosigositas yang dihasilkan pada
persilangan antar galur tidak setinggi dengan tingkat heterosigositas yang
dihasilkan pada persilangan antar bangsa karena antar galur berarti masih satu
bangsa. Persilangan antara sapi-sapi Bos indicus dengan sapi-sapi Bos taurus
misal antara sapi brahman dengan sapi hereford menghasilkan heterosis lebih
tinggi dari pada persilangan antara sesama sapi Bos taurus (misal sapi hereford
dengan sapi angus).
a2. Perubahan fenotipik pada populasi akibat silang
luar
Silang
luar menghasilkan keturunan yang cenderung lebih baik penampilannya daripada rata-rata kedua tetuanya. Keunggulan
penampilan pada anak hasil silang luar ada dua, yaitu heterosis dan
complementarity effect.
1).
Heterosis
Lebih
baiknya penampilan hasil silang dalam dari pada rata-rata kedua tetuanya
disebut dengan istilah hybrid vigor yang nilainya dapat diukur. Hasil
pengukuran hybrid vigor dikenal
dengan istilah heterosis. Nilai heterosis dihitung dengan rumus sebagai
berikut:
PF1 - PT
Heterosis
= ------------- x 100%
PT
|
Keterangan:
PF1 = rata-rata fenotipe anak hasil
silang luar
PT
= rata-rata fenotipe kedua tetua
Heterosis
dikatakan ada bilamana rata-rata penampilan hasil persilangan lebih besar dari
pada rata-rata penampilan kedua tetuanya.
Contoh
penghitungan heterosis:
Pada
pusat penelitian ternak domba disilangkan antara dua bangsa domba murni, yang
satu domba blackshire, satunya lagi domba suffolks. Rata-rata bobot sapih domba
blackshire 26,47kg, domba suffloks 33,28 kg. Rata-rata bobot sapih kedua bangsa
domba tersebut 29,87 kg. Dari persilangan kedua bangsa domba tersebut
dihasilkan anak-anak domba. Rata-rata bobot sapih anak-anak 33,05 kg. Heterosis
dari bobot sapih adalah sebesar:
33,05 – 29,87
Heterosis = ------------------ x 100% = 11,40%
29,87
a.
Heterosis beberapa sifat pada beberapa
spesies
Akibat
silang luar pada fenotipe ternak yang berupa heterosis dimanfaatkan pada
sifat-sifat yang heritabilitasnya rendah hingga sedang. Silang luar pada sapi potong
menghasilkan persentase kebuntingan 5 hingga 10% lebih tinggi dari tetuanya. Sifat
lain yang mengalami peningkatan akibat silang luar adalah meningkatnya pertambahan
bobot badan, efisiensi pertumbuhan, bobot sapih, dan daya hidup dari lahir
hingga saat sapih. Pada babi, silang luar meningkatkan laju ovulasi, fertilitas,
daya hidup embrio, jumlah anak per kelahiran, produksi susu, jumlah anak yang
disapih, bobot liter saat sapih. Pada domba silang luar menghasilkan efisiensi
reproduksi, meningkatkan produksi susu, bobot sapih anak, sifat keindukan, dan
kualitas wol. Pada sapi perah silang luar meningkatkan laju kebuntingan
(calving rate), dan laju pertumbuhan
sebelum disapih, namun untuk sifat produksi susu silang dalam tidak menunjukkan
adanya heterosis.
b. Factor-faktor yang mempengaruhi heterosis
Besar
nilai heterosis tergantung pada macam aksi gen, perbedaan genotipe, banyaknya
bangsa yang dikawinsilangkan, dan tahap kehidupan ternak.
(1).
Pengaruh macam aksi gen
Besar
kecilnya nilai heterosis banyak dipengaruhi oleh kombinasi dari beberapa aksi
gen non-aditif, yang meliputi aksi gen dominan penuh, overdominan, dan
epistasis. Gen resesif pada umumnya bersifat letal. Kombinasi sesama gen
resesif dapat menimbulkan kematian, cacat, atau yang paling ringan menurunkan
penampilan ternak. Silang luar memungkinkan hilangnya genotype homosigot dan
munculnya individu-individu yang bergenotipe heterosigot. Pada kondisi
heterosigot ekspresi gen resesif yang merugikan tertutup oleh ekspresi gen
dominan, sehingga meningkatkan penampilan ternak.
|
|
||||
x
|
Gambar 6.10. Silang
luar antara ternak yang homosigot (tetua A dengan
tetua B) menghasilkan
anak yang heterosigot
(Sumber Lasley, 1978)
Pada
Gambar 6.11 genotipe bb dan dd pada tetua A, serta genotipe aa da cc pada tetua
B menghambat penampilan. Pada anak hasil persilangan antara tetua A dan tetua B
bergenotipe heterosigot. Dalam kodisi demikian ekspresi gen resesif a, b, c,
dan d tertutup oleh gen pasangannya A, B, C, dan D. Dengan tertutupnya ekspresi gen-gen resesif
maka penampilan anak hasil silang luar tersebut lebih tinggi dari pada
penampilan kedua tetuanya.
Aksi
gen aditif tidak memberi kontribusi kepada heterosis. Aksi gen aditif
mengontrol sifat-sifat yang nilai heritabilitasnya tinggi. Makin tinggi nilai
heritabilitas justru makin kecil heterosisnya (lihat Tabel 6.3). Dengan
demikian harapan untuk meningkatkan
heterosis adalah lewat sifat-sifat yang heritabilitasnya rendah, seperti
sifat-sifat reproduksi (jumlah anak sepelahiran, jarak beranak dan sebagainya).
6.3. Tingkat heritabilitas, aksi gen, dan
tingkat heterosis
Heritabilitas
|
Pengaruh aksi
gen
|
Heterosis
|
|
Aditif
|
Non-aditif
|
||
rendah
|
kecil
|
besar
|
besar
|
sedang
|
sedang
|
sedang
|
sedang
|
tinggi
|
besar
|
kecil
|
kecil
|
(Sumber:
Sufflebeam, 1989)
(2). Pengaruh perbedaan
genotipe
Heterosigositas
atau besarnya proporsi anggota populasi yang bergenotipe heterosigot erat
kaitannya dengan tingkat heterosis. Makin tinggi heterosigositas makin tinggi
pula nilai heterosis. Makin beda genotipe antar ternak yang dikawinsilangkan
makin tinggi heterosigositas, yang akan menghasilkan heterosis yang makin
tinggi. Perbedaan genotype antar galur
tidak sebesar perbedaan genotype antar bangsa, sehingga heterosis yang
dihasilkan pada persilangan antar galur lebih kecil bila dibandingkan dengan heterosis
yang dihasilkan pada persilangan antar bangsa.
(3). Pengaruh banyaknya bangsa yang dikawinsilangkan
Makin
banyak bangsa yang dimasukkan dalam program kawin silang, dengan asumsi
perbedaan genotipe masing-masing bangsa besar, makin tinggi heterosis yang
dihasilkan (lihat Tabel 6.4).
(4). Tahap kehidupan ternak
Tidak
semua silang luar dari sifat-sifat ternak menghasilkan tingkat heterosis yang
sama. Untuk sifat-sifat yang diekspresikan pada awal hidup ternak seperti daya
hidup embrio, daya hidup ternak dan tingkat pertumbuhan badan hingga saat sapih
memiliki tingkat heterosis paling tinggi. Sifat-sifat ternak yang muncul pada
saat pertumbuhan pasca sapih seperti efesiensi pakan memiliki tingkat heterosis
yang sedang. Pada ternak dewasa tingkat heterosis untuk sifat kualitas karkas
sangat kecil.
Tabel 6.4. Heritabilitas beberapa
sifat dari hasil persilangan
dua bangsa dan tiga
bangsa pada babi
Sifat ternak
|
Heterosis (%)
dari persilangan
|
|
2 bangsa
|
3 bangsa
|
|
Jumlah anak
sepelahiran
|
8
|
20
|
Jumlah anak yang
disapih
|
20
|
50
|
Bobot sapih
|
10
|
11
|
Bobot litter
saat disapih
|
31
|
67
|
(Sumber: Sufflebeam, 1989)
2). Complementarity effect
|
Tahan
penyakit
Produksi susu lebih tinggi dari pada Siri
Daya adaptasi
tinggi
Kandungan lemak susu tinggi
|
Produksi susu
lebih tinggi dari pada sapi Siri
Lebih tahan
penyakit dari pada sapi Jersey
Lebih
mudah beradaptasi dari pada sapi Jersey
Gambar 6.11.
Complementarity dari hasil
persilangan dua bangsa
(Sumber:
Kurnianto, 2010)
b.
Beberapa
macam program silang luar
Silang
luar berguna untuk program pembentukan breed baru dan untuk pembentukan ternak
komersial.
b.1. Pembentukan
breed baru
Pada
pembentukan breed baru ternak-ternak unggul hasil seleksi dikawinsilangkan.
Dari hasil persilangan terkumpul gen-gen yang bagus bagus. Ternak-ternak yang
membawa gen yang bagus-bagus tersebut dikembangbiakkan hingga dihasilkan
ternak-ternak yang genotipenya seragam. Contoh: dari penelitian Prasetyo (1999)
yang mengawinsilangkan antara bangsa kelinci Rex murni yang berbulu halus
dengan bangsa kelinci Satin murni yang berbulu kilap. Dari hasil persilangan
tersebut dihasilkan beberapa kelinci yang berbulu kilap dan halus.
Kelinci-kelinci tersebut dikembangbiakkan. Setelah generasi yang keempat dihasilkan semua kelinci berbulu halus dan
kilap. Dihasilkannya bangsa baru
(kelinci Reza) yang berbulu halus dan kilap relatif cepat karena kondisi bulu
sebagi sifat kualitatif menurut teori hanya dipengaruhi oleh beberapa pasang
gen saja, dalam hal ini hanya dipengaruhi oleh gen bulu kilap dan gen bulu
halus.
b.2. Pembentukan
ternak komersial
Pembentukan
ternak komersial didasarkan pada pemanfaatan heterosis sebagai akibat dari
silang luar. Ada beberapa model pembentukan ternak komersial, antara lain
persilangan terminal, persilangan bergilir, persilangan campuran.
b.2.1). Persilangan terminal
Persilangan
terminal banyak dilakukan pada ternak sapi dan babi. Pada siatem ini perkawinan
silang dilakukan satu kali saja. Caranya, pejantan unggul dan betina unggul
hasil seleksi dikawinsilangkan. Anak hasil persilangan memiliki kedua sifat
keunggulan tetuanya. Pada kondisi yang demikian anak mendapat 50% gen dari
induk. Menurut Sufflebeam (1989) heterosis akan maksimal (100%) bila anak dari
hasil perkawinan silang mendapat 50% gen dari induk. Sebagai ternak komersial
anak hasil persilangan tersebut dibesarkan untuk kemudian dipotong.
b.2.2). Persilangan bergilir
Persilangan
bergilir memungkinkan dimanfaatkannya keuntungan persilang-an dan seleksi. Dua
atau tiga bangsa dapat digunakan dalam system perkawinan ini. Persilangan
bergilir dengan menggunakan tiga bangsa menghasilkan heterosis yang optimal. Gambar
sistem persilangan bergilir tiga bangsa pada babi dapat dilihat pada Gambar
6.10.
P Yorkshire x
Duroc
100%
100%
YD
F1 (50%Y + 50% D) x
Hampshire
(100%)
YDH
F2 (25%Y + 25%D + 50%H) x Yorkshire
(100%)
YYDH
F3 (62,5%Y + 12,5%D + 25%H) x Duroc
(100%)
YDHD
F4 (31,25%Y +56,25%D + 12,5%H)
Gambar 6.12.
Sistem persilangan bergilir tiga bangsa pada babi
(Sumber:
Sufflebeam, 1989)
b.2.3). Persilangan campuran
Dalam
sistem persilangan ini 50% ternak betina yang berumur muda dilakukan
persilangan dua bangsa. 50% betina yang lain yang terdiri atas ternak-ternak
betina yang lebih tua disilangkan dengan dua bangsa lain.
Rangkuman
Berdasarkan
ada tidaknya campur tangan manusia perkawinan pada ternak ada dua kategori,
yaitu pembuahan alami dan pembuahan
buatan. Pada peternakan besar pembuahan buatan lebih menguntungkan, sedangkan
pada peternakan rakyat pembuahan alami lebih menguntungkan. Metode perkawinan
ada dua macam, silang dalam dan silang luar. Silang dalam adalah perkawinan
antar ternak yang masih ada hubungan kekerabatan, sedangkan silang luar adalah
perkawinan antar ternak yang tidak ada hubungan kekerabatan. Hubungan kekerabatan
dibedakan menjadi dua, yaitu hubungan langsung dan hubungan tidak langsung.
Hubungan langsung atau hubungan vertikal adalah hubungan antara tetua dengan
anaknya atau kebalikannya antara anak dengan tetuanya. Hubungan kekerabatan di
luar hubungan vertikal disebut dengan hubungan tidak langsung atau hubungan
kolateral. Keterdekatan hubungan kekerabatan antar ternak yang kawin disebut
sebagai tingkat inbreeding, derajat keterdekatan dari tingkat inbreeding
dikenal dengan istilah koefisien inbreeding
atau koefisien silang dalam. Silang
dalam ada dua macam, yaitu inbreeding
dan linebreeding. Inbreeding adalah perkawinan antar
ternak yang memiliki hubungan kekerabatan relatif lebih dekat dibandingkan
dengan rataan hubungan kekerabatan dengan ternak-ternak lain dalam suatu
populasi. Line breeding adalah inbreeding
yang bertujuan untuk menghasilkan breed tertentu dengan tujuan untuk
mendapatkan produk tertentu dengan kualitas tertentu. Silang luar (outbreeding) adalah perkawinan antar
ternak yang tidak ada hubungan saudara. Dari silang luar diharapkan munculnya
efek heterosis, dan efek complementarity. Program silang luar
dihajatkan untuk pembentukan bangsa ternak baru atau untuk pembentukan ternak
komesial. Pembentukan ternak komersial ada tiga cara, pertama dengan
persilangan terminal, kedua dengan persilangan bergilir, dan ketiga dengan
persilangan campuran.
Soal/Latihan
1.
Berdasarkan ada atau
tidaknya campur tangan manusia ada dua macam perkawinan.
2. Sebutkan
kedua macam perkawinan tersebut!
3. Macam
perkawinan mana yang lebih menguntungkan untuk kondisi peternakan di Indonesia
pada umumnya? Jelaskan secara singkat jawaban saudara !
4. Kekerabatan
a. Jelaskan
apa pengertian tentang kerabat!
b. Hubungan
kekerabatan dibedakan menjadi dua, yaitu hubungan langsung dan hubungan tidak
langsung. Jelaskan kedua macam hubungan kekerabatan tersebut dan berikan
contohnya!
c. Pada
silang dalam ada dua istilah yang mirip yaitu koefisien kekerabatan dan
koefisien inbreeding. Jelaskan masing-masing istilah tersebut!
d. Berapa
besar koefisien kekerabatan anak dengan salah satu tetuanya? Mengapa demikian?
5. Ada
dua macam metode perkawinan, yaitu silang dalam dan silang dalam. Jelaskan
pengertian kedua metode perkawinan tersebut secara singkat !
6. Pada
metode silang dalam ada dua macam yaitu: Inbreeding
dan Line breeding. Jelaskan apa
perbedaan antara line breeding dengan
inbreeding!
7. Inbreeding
memberikan keuntungan sekaligus kerugian. Apa saja keuntungan dan kerugiannya?
8. Silang
luar dapat dikategorikan menjadi tiga. Sebutkan ketiganya, dan berikan contoh
masing-masing!
9. Jelaskan
secara singkat dan sistematis apa akibat dari silang luar pada kondisi genetik
pada populasi dan fenotipe dari ternak-ternak sebagai anggota dari populasi!
10.
Besar nilai heterosis
tergantung pada beberapa faktor, antara lain macam aksi gen, perbedaan
genotipe, banyaknya bangsa yang dikawinsilangkan, dan tahap kehidupan ternak.
Jelaskan secara singkat bagaimana masing-masing faktor tersebut mempengaruhi
besar nilai heterosis!
Pustaka
%28S%28kcvzwy55i0q3onyglstzebvp%29%29/Inter%28New%29/Material/IIndYearEM/Zoology/06_05_GENETICS_ANIMAL_BREEDING.pdf.
Unggah 7 Oktober 2012.
Lasley,
F.J. 1978. Genetics of livestock improvement. Prentice Hall. Inc. Englewood
Cliffs.
USA.
Noor, R.R. 1996.
Genetika ternak. Penebar Swadaya. Jakarta.
Prasetyo, S. 1999. Kajian pembentukan
bangsa kelinci berbulu halus-kilap melalui persilangan bangsa kelinci Rex
dengan Satin. Disertasi Doktor. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Sufflebeam, C.E.1989.
Genetics of domestic animals. New Jersey. Prentice-Hall, Inc.
Lopez-Villalobos,
N and D. J.Garrick. 2002.
Economic heterosis and breed comple-mentarity for dairy cattle in New Zealand.
7th World Congress on Genetics Applied to Livestock Production, August 19-23,
Montpellier, France .
Daftar
istilah
Hubungan
kerabatan, hubungan antar individu ternak yang memiliki nenek
moyang bersama hingga enam generasi pertama pada silsilah keluarganya.
Silang dalam,
perkawinan antar ternak yang masih punya hubungan kekerabatan.
Inbreeding, perkawinan antar
ternak yang memiliki hubungan kekerabatan relatif lebih dekat dibandingkan
dengan rataan hubungan kekerabatan dengan ternak-ternak lain dalam suatu
populasi.
Common ancestor,
nenek moyang bersama.
Tingkat inbreeding,
keterdekatan hubungan kekerabatan antar ternak yang kawin.
Koefisien
inbreeding atau
koefisien silang dalam, derajatnya
keterdekatan dari tingkat inbreeding
Line breeding, salah satu bentuk inbreeding dengan cara
mengawinkan ternak yang masih satu nenek moyang guna menghasilkan breed
tertentu dengan tujuan untuk mendapatkan produk tertentu dengan kualitas
tertentu
Silang luar (outbreeding), perkawinan antar ternak yang tidak ada
hubungan saudara.
Cross-breeding, perkawinan antar ternak
beda bangsa.
Inter-specific hybridization,
perkawinan antar ternak beda spesies, misal perkawinan antara itik dengan entok
hasilnya “tik-tok”, kualitas dagingnya bagus tetapi tidak dapat
dikembangbiakkan
Heterosis,
suatu fenomena dimana rata-rata
penampilan anak-anaknya di atas atau di bawah rata-rata penampilan kedua
tetuanya.
Complementarity, fenomena dimana anak
keturunan dari hasil persilangan dua bangsa memiliki kelebihan dari dari kedua
tetuanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Selamat datang, terimakasih sudah berkunjung.
Mohon gunakan bahasa yang sopan dalam berkomentar.
Jika ingin minta data postingan ini, silahkan chat pada kolom yang disediakan.
Terimakasih