Deskripsi singkat isi pokok
bahasan
Seleksi merupakan salah satu program pokok dalam
usaha pemuliaan ternak. Tujuan dari seleksi adalah meningkatkan rata-rata
penampilan suatu sifat pada suatu populasi atau kelompok ternak. Syarat dapat
dilaksanakannya seleksi adalah adanya keragaman genetik dalam populasi, yang
dapat dilihat lewat keragaman penampilan individu-individu ternak sebagai
anggota populasi. Pada bab ini akan dibahas tentang macam seleksi, pengaruh seleksi terhadap frekuensi gen, sistem seleksi untuk aksi gen yang
berbeda-beda, seleksi satu sifat, respon seleksi, kemajuan hasil seleksi per
tahun, seleksi lebih dari satu sifat,
metode seleksi pada lebih dari satu sifat, metode
penaksiran kemampuan genetik individu ternak untuk tujuan seleksi, dan batas seleksi.
Tujuan Instruksi Khusus
Setelah mempelajari pokok bahasan ini mahasiswa akan
dapat menjelaskan dengan benar (80%) tentang macam seleksi, pengaruh
seleksi terhadap frekuensi gen, sistem seleksi untuk aksi gen yang berbeda-beda, seleksi
satu sifat, respon seleksi, kemajuan hasil seleksi per tahun, seleksi lebih dari satu sifat, metode
seleksi pada lebih dari satu sifat, metode penaksiran kemampuan
genetik individu ternak untuk tujuan seleksi dan batas seleksi.
Cara belajar
Baca dan pahami bab V ini dengan baik, buat ringkasan dan
pertanyaan, serta kerjakan soal-soal latihan. Dianjurkan untuk belajar kelompok
agar pemahaman lebih mendalam.
Isi
5.1. Macam seleksi
Pemuliabiakan ternak bertujuan untuk
mendapatkan ternak yang berpenampilan unggul, sesuai dengan tujuan atau
keinginan manusia. Untuk menghasilkan ternak yang demikian tidak dapat
direalisasi dalam jangka waktu satu atau dua generasi, tetapi diperlukan beberapa
generasi. Hasil akhir dari proses pemuliabiakan ternak adalah berupa generasi
ternak yang jauh lebih baik dari pada generasi-generasi sebelumnya. Hal
tersebut baru akan dapat terjadi bilamana dalam proses tersebut dilakukan
seleksi ternak. Seleksi akan meningkatkan potensi produksi karena terjadi
perubahan genetik yang disertai oleh adanya perubahan faali dan morfologi. Secara
umum seleksi dapat dibagi atas dua macam, yaitu: seleksi alam dan seleksi
buatan.
5.1.1.
Seleksi alam (natural
selection)
Di
alam bebas faktor utama dalam seleksi alam adalah daya hidup individu ternak
dalam suatu wilayah tertentu. Banyak faktor yang berpengaruh dalam seleksi alam.
Faktor-faktor tersebut sangat komplek. Secara garis besar dibagi dua, yaitu faktor
luar dan faktor dalam. Faktor luar yang berkontribusi terhadap seleksi alam adalah
perubahan iklim dan cuaca, bencana alam (angin topan, gempa bumi, gunung
meletus, dan sebagainya), binatang pemangsa (predator), serangan penyakit,
parasit,. Perubahan iklim dan cuaca berakibat pada persediaan pakan dan minum
secara kuantitas dan kualitas. Bencana alam berupa angin topan, gempa bumi,
gunung meletus, dan sebagainya. Binatang pemangsa memakan ternak-ternak yang
lemah dan tidak kuat lari. Penyakit menyerang ternak-ternak yang lemah, yang
tidak memiliki ketahanan tubuh yang kuat.
Faktor
dalam yang berkontribusi terhadap seleksi alam adalah kematian ternak, terutama
pada umur muda, dan faktor reproduksi. Faktor reproduksi mencakup umur mencapai
dewasa kelamin, lama periode aktivitas seksual, tingkat keaktifan seksual,
tingkat fertilitas. Ternak-ternak yang mati muda tidak menghasilkan keturunan,
sehingga gen-gen yang dikandung ikut hilang dari populasi. Ternak yang relative
cepat mencapai dewasa kelamin dan lama aktivitas seksualnya serta memiliki
fertilitas yang tinggi akan beranak banyak, sehingga proporsi gen-gen yang
dikandungnya akan meningkat.
Hasil dari seleksi alam adalah
ternak-ternak yang tahan hidup terhadap lingkungan sekitarnya, dan memiliki
tingkat reproduksi yang tinggi.
5.1.2.
Seleksi Buatan (artificial selection)
Seleksi
buatan merupakan dasar utama dalam pemuliaan ternak. Seleksi buatan
adalah seleksi ternak oleh manusia dengan tujuan untuk meningkatkan frekuensi
gen atau kombinasi gen-gen yang diinginkan
pada suatu kelompok ternak dengan cara mengumpulkan individu-individu
ternak yang unggul penampilannya. Individu-individu ternak yang unggul tersebut
dikembangbiakkan guna menghasilkan anak keturunan yang berpenampilan lebih baik
dari pada generasi tetuanya. Pada
pembahasan selanjutnya istilah “seleksi buatan” demi praktisnya disingkat
“seleksi” saja, tanpa kata “buatan”.
Sesuai
dengan tujuan seleksi, hasil dari pelaksanaan seleksi dalam suatu populasi adalah
meningkatnya frekuensi gen-gen yang diinginkan sehingga meningkatkan rataan penampilan
suatu sifat, seperti laju pertambahan bobot badan per hari, diikuti oleh peningkatan keseragaman atau
dengan perkataan lain penurunan keragaman atau simpangan baku.
Secara umum tujuan pemuliabiakan
ternak adalah untuk mencukupi kebutuhan akan pangan. Bahan pangan yang berasal
dari produk hewani adalah daging, susu, dan telur. Dari segi genetika, di atas
telah disebutkan bahwa tujuan seleksi adalah untuk mengumpulkan gen-gen yang
diinginkan guna menghasilkan daging, atau susu, atau telur, yang lebih banyak dan lebih cepat menghasilkan
serta lebih baik kualitasnya. Dengan demikian seleksi berakibat munculnya
bangsa dan tipe ternak dalam suatu spesies. Pada ternak sapi muncul
bangsa-bangsa sapi Hereford, Simmental, Aberdeen angus; sapi tipe potong, tipe
perah. Pada ternak ayam ada bangsa Leghorn, Orpington, Wyandot; ayam tipe
pedaging, tipe petelur.
5.2. Pengaruh
Seleksi Terhadap Frekuensi Gen
Seleksi
tidak menciptakan gen baru dalam populasi ternak. Seleksi akan
meningkatkan frekuensi genyang diinginkan/gen yang baik dan mengurangi gen yang
tidak baik (tidak diinginkan). Apabila seleksi tidak dilakukan dalam
populasi maka frekuensi gen akan tetap / tidak berubah.
Contoh
:
P
AA
x
aa
Frekuensi gen A
= 0,5
F1
Aa Frekuensi
gen A = 0,5
F2 1AA, 2Aa,
aa Frekuensi gen A = 0,5
F3 4AA, 2AA, 4Aa, 2aa,
4aa Frekuensi gen A = 0,5
Pada contoh di atas dapat
diketahui bahwa tanpa adanya seleksi, frekuensi gen A pada tetua (P), F1,
F2 , dan F3 tetap 0,5 atau 50%.
Apabila seleksi dilakukan dengan memilih
ternak AA dan Aa saja untuk diternakkan, sedangkan ternak yang bergenotipe aa
dikeluarkan, maka akan terjadi perubahan frekuensi gen A maupun gen a.
Contoh
:
Pada
suatu populasi ternak yang berjumlah 100 ekor terdapat fenotip normal 84 ekor
dan
fenotip abnormal resesif 16 ekor. N gen untuk sifat normal, dominan penuh ter-
hadap
alelnya n untuk sifat abnormal. Frekuensi gen untuk sifat normal p, dan fre-
kuensi
gen untuk abnormal q. Karena jumlah ternak yang abnormal ada 16 ekor,
maka
frekuensi gen abnormal adalah 16/100 = 0,16.
Ini
berarti q2 = 0,16 ; sehingga frekuensi gen abnormal = q = 0,16
= 0,4.
Frekuensi
gen normal adalah p = 1 – q = 1 – 0,4 = 0,6
Jadi
dari populasi 100 ekor tersebut terdapat :
- Ternak
yang homozigot dominant = p2 x 100
= 0,62 x 100 = 36 ekor
- Ternak
yang heterozigot (carier abnormal ) =
2pq x 100
= 2 x 0,6 x 04 x 100 = 48 ekor
- Ternak
yang abnormal (homozigot resesif) =
q2 x 100
= (0,4)2 x 100 = 16 ekor
Apabila
ternak yang abnormal semuanya dikeluarkan (culled)
maka ternak yang tersisa sebagai tetua adalah :
36
ekor normal homozigot dan 48 ekor normal (carier)
heterozigot.
Jumlah
ternak = 36 + 48 = 84 dengan 168 gen
36
ternak homozigot normal (NN) membawa 72 gen N
48
ternak heterozigot (Nn) membawa 48 gen N dan 48 gen n.
Dalam
populasi tetua sekarang ada 72 + 48 = 120 gen N dan 48 gen n.
Maka:
Frekuensi
gen N = p’= 120/168 = 0,71
Frekuensi
gen n = q’ = 48/168 = 0,29
Dari
frekuensi ini akan dihasilkan keturunan (p’ + q’)2
=
(p’ )2 NN + 2 p’q’ Nn
+ (q’)2 nn
=
(0,71)2NN + 2 x 0,71 x 0,29 Nn dan (0,29)2 nn
=
0,504 NN + 0,411 Nn + 0,09 nn
Jadi frekuensi fenotip yang dihasilkan = 0,92
(NN dan Nn normal ) dan 0,08 (nn)
abnormal. Ini berarti bahwa akibat seleksi (culling ternak yang abnormal) frekuensi gen
normal meningkat (dari 0,84 menjadi 0,92) sedangkan frekuensi gen abnormal
turun ( dari 0,16 menjadi 0,08).
Terhadap
perubahan frekuensi gen akibat pelaksanaan seleksi/culling gen resesif (yang
tidak diinginkan) dapat digunakan rumus :
Δq = -spq2 /
(1-sq2)
|
Keterangan:
Δq = perubahan frekuensi gen resesif yang di eliminasi
(cull)
s
= koefisien (intensitas) culling sifat resesif yang tidak diinginkan
(s
= 1 bila semua ternak resesif di cull untuk tidak bereproduksi lagi).
p
= frekuensi gen dominan
q
= frekuensi gen resesif
Pada contoh di atas populasi awal memiliki p
= 0,6 dan q = 0,4. Bila kemudian seluruh ternak abnormal di cull maka :
Δq
= -spq2 / (1-sq2) = -1 x 0,6 x (0,4)2 /
(1 – 1x (0,4))2
= – 0,6 x 0,16 / (1 – 0,16)
= - 0,096/ 0,84 = -0,11
sehingga
:
-
frekuensi gen resesif (q) menjadi 0,4 – 0,11 = 0,29
-
frekuensi genotip homozigot resesif atau fenotip abnormal = q2 =
(0,29)2
=
0,08.
-
dan frekuensi fenotip normal = 1 – 0,08 = 0,92(meningkat).
5.3. Sistem seleksi untuk aksi gen yang berbeda-beda
Gen sebagai pembawa sifat berdasarkan aksi gennya dibagi dua, yaitu aksi gen aditif dan aksi gen non aditif. Aksi gen aditif ada yang bersifat dominan-resesif, ada pula yang bersifat epistasis-hipostasis. Sifat-sifat yang bernilai ekonomi dipengaruhi oleh beberapa macam aksi gen. Sifat-sifat kualitatif tersebut ditentukan oleh satu pasang gen atau beberapa pasang gen. Ada sifat kualitatif yang sangat mempengaruhi sifat kuantitatif. Contoh: sifat kerdil pada sapi yang disebabkan oleh gen “d”. Dalam kondisi berpasangan sifat kerdil akan muncul, menutup ekspresi beberapa gen aditif untuk pertumbuhan badan.
Berhubung sifat kualitatif dan sifat kuantitatif dipengaruhi oleh beberapa macam aksi gen, maka perlu adanya metode yang dapat digunakan untuk menyeleksi untuk mengumpulkan gen-gen yang diinginkan ke dalam populasi, dan mengurangi atau membuang gen-gen yang tidak dikehendaki dari populasi.
5.3.1. Seleksi untuk meningkatkan frekuensi gen dominan dalam populasi
Gen-gen yang yang bersifat dominan ada kecenderungan untuk ditingkatkan frekuensinya, karena gen-gen tersebut pada umumnya membawa sifat-sifat yang bernilai ekonomis. Untuk meningkatkan frekuensi gen dominan dapat dilakukan dengan jalan mengeluarkan individu-individu ternak yang bergenotipe homosigot resesif. Seleksi untuk meningkatkan frekuensi gen dominan sama dengan seleksi untuk menurunkan frekuensi gen resesif. Dengan tiap kali mengeluarkan ternak-ternak yang bergenotipe homosigot resesif, frekuensi gen dominan bertambah, dan frekuensi gen resesif menurun. Besarnya penurunan frekuensi gen resesif bilamana dalam tiap generasi ternak-ternak yang homosigot resesif dikeluarkan dihitung dengan rumus sebagai berikut:
F0Fn = ----------------1 + (N x F0) |
Keterangan:
N = banyaknya generasi selama proses seleksi (penyingkiran gen resesif)
F0 = frekuensi gen resesif sebelum proses seleksi
Fn = frekuensi gen resesif pada generasi ke n setelah semua ternak yang bergenotipe
homosigot resesif dikeluarkan
Contoh soal:
Dalam suatu populasi frekuensi gen resesif 0,15. Bilamana dalam suatu program seleksi dilakukan pengeluaran ternak-ternak yang bergenotipe resesif . Ditanyakan berapa besar frekuensi gen resesif tersebut pada generasi kelima?
Jawaban:
Besar frekuensi gen resesif pada generasi kelima adalah:
0,15 0,15
F5 = --------------- = -------- = 0,086
1 + 5(0,15) 1,75
Penurunan frekuensi gen resesif akibat dari dikeluarkannya semua ternak yang bergenotipe homosigot resesif dari populasi pada mulanya cepat, tetapi makin lama akan melambat. Gambar 5.1 menyajikan penurunan frekuensi gen resesif .
Bila diinginkan dalam populasi semua gen dominan permasalahannya susah untuk membedakan ternak-ternak yang bergenotipe homosigot dominan dan ternak-ternak yang bergenotipe heterosigot.
0 5 10 11 12
Banyaknya generasi dalam proses seleksi
Gambar 5.1. Penurunan frekuensi gen dalam populasi akibat pengeluaran
semua ternak yang bergenotipe homosigot resesif
(Sumber: Lasley, 1978)
Untuk mengidentifikasi ternak-ternak tersebut harus dilakukan test hasil perkawinan (breeding test) atau mencari data tetuanya. Selanjutnya setelah terbukti baru ternak-ternak yang bergenotipe heterosigot dikeluarkan dari populasi atau kelompok ternak.
5.3.2. Seleksi untuk membuang gen dominan dari populasi
Pada umumnya gen dominan menguntungkan bagi kebutuhan manusia. Namun ada kalanya gen dominan tidak menguntungkan, sehingga harus dikeluarkan dari populasi. Seleksi untuk membuang gen dominan dari populasi atau dari kelompok ternak sangat mudah. Jelas perbedaan fenotipe antara ternak-ternak yang bergenotipe homosigot resesif dengan yang bukan homosigot resesif. Ternak-ternak yang bergenotipe homosigot resesif dipilih, sedangkan yang lain dikeluarkan. Pelaksanaan seleksi untuk gen dominan dapat dilaksnakan sekaligus. Begitu seleksi selesai dilaksanakan dengan cara semua ternak yang bergenotipe homosigot dominan dan individu yang heterosigot, gen dominan langsung hilang dari populasi. Masalahnya, mampukah pemilik kelompok ternak mengeluarkan semua ternak yang tidak bergenotipe homosigot resesif sekaligus.
5.4. Seleksi satu sifat
5.4.1. Respon seleksi ( R )
Peningkatan mutu genetik tidak begitu saja didapatkan, membutuhkan beberapa generasi. Dalam proses seleksi tersebut tiap generasi dihasilkan kemajuan hasil seleksi, dikenal dengan istilah “respon seleksi”. Hasil dari pelaksanaan seleksi adalah meningkatnya rata-rata penampilan ternak pada suatu populasi atau kelompok ternak. Contoh: rata-rata bobot badan dewasa sapi bali jantan pada suatu peternakan sebelum dilaksanakan program seleksi seberat 290 kg. Setelah dilakukan seleksi untuk meningkatkan bobot badan selama beberapa generasi dihasilkan rata-rata bobot badan seberat 305 kg. Terjadi respon seleksi seberat 305 kg – 290 kg = 15 kg. Respon seleksi per generasi ditentukan oleh dua faktor: 1) besarnya nilai heritabilitas suatu sifat (h2), dan 2) diferensial seleksi. Dalam bentuk matematika hubungan kedua faktor tersebut dengan kemajuan hasil seleksi per generasi dapat ditulis sebagai berikut:
R = h2DS |
Keterangan:
R = kemajuan hasil seleksi per generasi
h2 = heritabilitas dari sifat yang diseleksi
DS = diferensial seleksi
1). Besarnya nilai heritabilitas
Heritabilitas dalam pembahasan ini adalah heritabilitas dalam arti sempit. Pada pembahasan sebelumnya telah dijelaskan bahwa heritabilitas adalah rasio dari keragaman genetic karena aksi gen aditif dengan keragaman fenotipe (h2 = VA / VP). Dalam hal ini VP dapat dipengaruhi oleh lingkungan. Agar lingkungan tidak berpengaruh dalam pelaksanaan seleksi variasi lingkungan dibuat sekecil mungkin, sehingga heritabilitas dapat meningkat. Namun demikian pengaruh besarnya keragaman lingkungan tidak begitu nyata. Pada dasarnya nilai heritabilitas dari setiap sifat pada ternak relative stabil.
2). Diferensial seleksi (DS)
Untuk meningkatkan kemajuan hasil seleksi per generasi nilai heritabilitas tidak dapat banyak diharapkan untuk dimanipulasi karena nilainya relatif konstan. Sebaliknya, besar nilai diferensial seleksi dapat dimanipulasi sehingga dapat diharapkan untuk meningkatkan kemajuan hasil seleksi per generasi.
Guna memudahkan pemahaman tentang peran diferensial seleksi pada hasil seleksi perlu dijelaskan terlebih dahulu pengertiannya. Diferensial seleksi adalah selisih rata-rata nilai fenotipe semua ternak dalam suatu populasi atau kelompok ternak dengan rata-rata nilai fenotipe individu-individu ternak yang terseleksi. Dalam bentuk rumus diferensial seleksi dapat ditulis sebagai berikut:
DS = (PS – P) |
Keterangan:
PS = rata-rata fenotipe ternak terpilih
P = rata-rata fenotipe populasi
Contoh:
Pada usaha pembibitan ayam arab diambil contoh 10 ekor induk ayam yang berumur sama (10 bulan) yang produksinya di atas rata-rata populasi. Produksi telur dari kesepuluh induk ayam tersebut dirangking dari yang paling banyak hingga yang paling sedikit. Hasil perengkingan (data hipotetis) adalah 250, 235, 230, 210, 205, 200, 190, 184, 180, 175 butir telur per tahun. Rata-rata produksi telur dari kesepuluh induk terpilih adalah 205,9 butir (dibulatkan menjadi 206). Rata-rata produksi telur pada peternakan tersebut 170 butir telur per tahun. Berdasarkan ketentuan di atas diferensial seleksi sama dengan 206 – 170 = 36 butir.
Faktor-faktor yang mempengaruhi diferensial seleksi:
Besar nilai diferensial seleksi dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain jumlah ternak yang dipilih sebagai penghasil bibit, besarnya keragaman fenotipe, banyaknya ternak dalam populasi atau dalam usaha pembibitan, dan jenis kelamin.
DS dapat ditingkatkan dengan jalan mempersedikit ternak yang diseleksi. Bilamana hanya lima ekor induk rangking atas yang dipilih maka SD = (250+235+ 230+ 210+205) / 5 – 170 = 226 – 170 = 56. Bilamana hanya dua ekor induk rangking atas yang dipilih maka SD = (250+235) / 2 – 170 = 242,5 – 170 = 72,5 butir. Dari contoh ini dapat disimpulkan bahwa makin sedikit ternak yang diseleksi makin besar nilai SD, sehingga kemajuan hasil seleksi per generasi akan semakin besar. Yang perlu diingat adalah bahwa jumlah anak atau generasi selanjutnya tidak boleh semakin sedikit. Paling tidak harus sama dengan jumlah tetuanya. Agar hal tersebut dapat terjadi maka pada ternak unipara (ternak beranak satu) sekitar 10-30% induk harus diganti tiap tahun.
Besar keragaman fenotipe mempengaruhi besar nilai DS. Makin beragam fenotipe DS makin besar, begitu pula sebaliknya (lihat Gambar 5..)
A B
DS = 2,8 DS = 1,4
Gambar 5. 2. Besar keragaman mempengaruhi deferensial seleksi
(Sumber: Falconer, 1986)
Pada Gambar 5.2 kurva A memiliki simpangan baku 2 unit, kurva B memiliki simpangan baku 1 unit, walaupun proporsi ternak yang diseleksi sama (20%), besar DS berbeda. Pada kurva A diferensial seleksi sama dengan 2,8 unit. Pada kurva B diferensial seleksi lebih kecil yaitu hanya 1,4 unit.
Untuk ternak multipara atau ternak beranak banyak seperti babi, kelinci, ayam, itik, jumlah ternak dalam kelompok ternak dapat jauh lebih besar dari pada ternak unipara. Dengan lebih besarnya kelompok ternak maka jumlah ternak yang dipilih sebagai penghasil bibit lebih banyak pula, sehingga SD dapat lebih besar dari pada SD pada ternak unipara. Dengan demikian kemajuan hasil seleksi per generasi pada ternak multipara lebih besar dari pada ternak unipara.
Pada kelompok ternak jumlah pejantan tidak perlu banyak. Untuk tujuan pembibitan cukup dipilih beberapa calon pejantan yang unggul. Yang lain dapat dikeluarkan dari kelompok. Apabila banyak jantan yang dipertahankan dalam kelompok akan diderita paling tidak dua kerugian. Kerugian pertama pejantan membutuhkan pakan yang lebih banyak, kerugian kedua pejantan yang kurang unggul ikut berkontribusi dalam menghasilkan bibit ternak, sehingga akan dihasilkan keturunan yang kurang bagus. Mengingat hal tersebut maka makin sedikit ternak jantan yang dipilih sebagai calon pejantan makin baik karena DS makin besar. Pada Tabel 5.1 disajikan persentase jumlah ternak jantan dan betina sebagai calon penghasil bibit (ternak terpilih) pada beberapa jenis ternak.
Tabel 5.1. Persentase jumlah ternak jantan dan betina sebagai
calon penghasil bibit pada beberapa jenis ternak
Jenis ternak |
Persentase jumlah ternak calon bibit (%) |
|
Jantan |
Betina |
|
Sapi potong |
4 - 5 |
40 - 50 |
Sapi perah |
4 -5 |
50 – 60 |
Domba |
2 – 3 |
40 – 50 |
Babi |
1 – 2 |
10 – 15 |
Kuda |
2 – 4 |
40 – 50 |
Ayam |
1 - 2 |
10 - 15 |
(Sumber: Lasley, 1978)
Dari Tabel 5.1 dapat disimpulkan bahwa ternak jantan sebagai calon penghasil bibit tidak perlu banyak, dan DS pada ternak jantan dapat jauh lebih besar dari pada DS pada ternak betina.
5.4.2. Kemajuan hasil seleksi per tahun
Respon seleksi adalah kemajuan penampilan ternak per generasi. Nilai ini dapat dibagi menjadi per tahun. dengan symbol ∆G. Besar nilai ditentukan oleh besar nilai h2, DS, dan interval generasi, disajikan dalam rumus sebagai berikut:
h2 DS∆G = ---------IG |
Keterangan:
∆G = kemajuan hasil seleksi per tahun
IG = interval generasi
Interval generasi adalah rata-rata umur induk saat melahirkan anak-anaknya. Contoh: seekor induk sapi melahirkan anak tujuh kali selama hidupnya. Ketujuh anak tersebut dilahirkan berturut-turut pada saat si induk berumur 2, 3, 5, 6, 8, 9, 10 tahun. Interval generasi induk sapi tersebut = (2 + 3 + 5 + 6 + 8 + 9 +10) / 7 = 6,14 .
Interval generasi untuk masing-masing jenis ternak berbeda. Pada ternak unipara lebih panjang daripada ternak multipara. Tabel 5.2 menyajikan tentang rata-rata panjang interval generasi pada beberapa jenis ternak.
Tabel 5.2. Rata-rata panjang interval generasi pada beberapa jenis ternak
Jenis ternak |
Rata-rata panjang interval generasi (tahun) |
|
Jantan |
Betina |
|
Kuda |
8,0 – 12,0 |
8,0 – 12,0 |
Sapi potong |
3,0 – 4,0 |
4,5 – 6,0 |
Sapi perah |
3,0 – 4,0 |
4,5 – 6,0 |
Domba |
2,0 – 3,0 |
4,0 – 4,5 |
Babi |
1,5 – 2,0 |
1,5 – 2,0 |
Ayam |
1,0 – 1,5 |
1,0 – 1,5 |
(Sumber: Lasley, 1978)
Dari Tabel 5.2. dapat disimpulkan bahwa kemajuan hasil seleksi per tahun hewan multipara (ayam dan babi) jauh lebih besar daripada kemajuan hasil seleksi per tahun hewan unipara. Kuda paling kecil kemajuan hasil seleksi per tahunnya.
Guna memperbesar kemajuan hasil seleksi pertahun selain dengan cara memperbesar nilai DS, juga dengan cara memperkecil nilai IG. IG diperkecil dengan jalan memperpendek “masa tinggal” betina-betina dalam kelompok ternak atau dalam populasi. Pada spesies sapi masa tinggal betina dibatasi hingga umur sembilan tahun saja atau sesudah beranak enam kali. Pada babi, pejantan dan induk yang diberi kesempatan tinggal di populasi selama satu tahun memiliki IG lebih pendek dari pada diberi kesempatan tinggal selama dua tahun.
Intensitas seleksi
Pada pembahasan di atas diketahui bahwa simpangan baku mempengaruhi nilai DS. Agar DS relative baku, nilainya perlu dibagi dengan simpangan baku. Rasio dari DS dengan simpangan baku dikenal dengan sebutan intensitas seleksi. Hubungan antara intensitas seleksi dengan jumlah ternak yang diseleksi dapat dilihat pada Tabel 5.3.
Tabel 5.3. Persentase jumlah ternak yang diseleksi dan
intensitas seleksi
Jumlah ternak yang diseleksi (%) |
Intensitas seleksi |
70 |
0,50 |
60 |
0,64 |
50 |
0,80 |
40 |
0,97 |
30 |
1,17 |
25 |
1,25 |
20 |
1,40 |
15 |
1,55 |
10 |
1,76 |
5 |
2,05 |
1 |
2,64 |
(Sumber: Sufflebeam, 1989)
Dari Tabel 5.3 dapat dilihat adanya hubungan negatif antara jumlah ternak yang diseleksi dengan intensitas seleksi. Makin sedikit ternak yang diseleksi untuk bibit, semakin besar intensitas seleksinya. Yang perlu diingat oleh para pemuliabiak ternak adalah bahwa jumlah populasi ternak pada generasi berikut tidak lebih sedikit dari pada jumlah populasi ternak pada generasi tetuanya.
5.5. Seleksi lebih dari satu sifat
Kemajuan hasil seleksi lebih dari satu sifat tidak secepat dibandingkan dengan seleksi yang hanya satu sifat. Makin banyak sifat yang diseleksi makin menurun efektivitas seleksinya. Bilamana dari beberapa sifat yang diseleksi memiliki heritabilitas yang hampir sama dan sifat-sifat tersebut diwariskan secara terpisah maka efektivitas seleksi salah satu sifatnya akan menurun sebesar akar dari jumlah sifat yang diseleksi. Secara matematika penurunan efektivitas seleksi dapat dirumuskan sebagai berikut:
E = √n |
Keterangan:
E = penurunan efesiensi seleksijika dibandingkan dengan efektivitas seleksi satu sifat
n = jumlah sifat yang diseleksi
Seperti halnya pada seleksi satu sifat, faktor-faktor yang mempengaruhi kemajuan seleksi juga berlaku pada seleksi pada beberapa sifat. Satu faktor lagi yang penting harus diperhatikan dalam seleksi lebih dari satu sifat adalah korelasi genetik antar sifat-sifat yang akan diseleksi, terutama yang bersifat korelasi negative. Jangan sampai pelaksanaan program seleksi untuk meningkatkan penampilan suatu sifat yang bernilai ekonomi akan berakibat menurunkan penampilan sifat lain yang juga bernilai ekonomi.
5.5.1. Metode Seleksi
Dalam
melaksanakan seleksi untuk tujuan pemuliaan ternak ada beberapa metode yang
dikenal dan dilaksanakan oleh para pemulia ternak untuk memperoleh performans
yang maksimum dari populasinya baik untuk ternak bibit maupun ternak komersial.
Ada empat buah metode seleksi yaitu :
1.
Metode Tandem
2.
Tingkat Penyingkiran Bebas (Independent culling Level)
3.
Metode Indeks
1. Metode Tandem
§ Seleksi dilaksanakan secara bertahap dari beberapa
sifat/performans yang dipertimbangkan.
§ Seleksi suatu sifat tertentu dilaksanakan dari
generasi ke generasi berikutnya secara kontinyu, hingga sifat tersebut mencapai
performans maksimal. Lalu dihentikan, lanjut dengan seleksi sifat yang lain,
juga secara kontinyu dari generasi ke generasi, begitu seterusnya.
§ Efektif apabila dilihat dari segi progress
masing-masing sifat yang dikehendaki.
§
Efisiensinya tergantung pada korelasi geneti antara sifat yang dikehendaki.(Jelaskan apa yang terjadi bila korelasi +,
0, atau - ?)
§ Kebaikan : efektif dan efisien (tergantung
korelasi)
§ Keburukan : waktu lama
§ Metode ini jarang dipergunakan
2.
Tingkat Penyingkiran
Bebas (Independent culling Level)
§ Seleksi dilakukan terhadap beberapa sifat
yang dianggap ekonomis secara bersamaan.
§ Contoh : seleksi calon induk babi berdasar
jumlah anak yang dilahirkan (litter size) dan berat lahir anaknya. Dari
50 ekor induk yang tersedia dipilih 20 ekor induk
- Setiap induk dicatat data jumlah anak yang dilahirkan
- Setiap anak yang lahir ditimbang bobot badannya (dilihat performans berat lahirnya)
- Diadakan ranking terhadap 50 ekor induk berdasarkan jumlah anak yang dilahirkan
- Diadakan pemilihan 35 ekor induk dengan ranking teratas, 15 ekor diculling.
- Diranking lagi berdasarkan rata-rata bobot lahir anaknya
- Dipilih 20 ekor induk ranking teratas, 15 ekor diculling
§ Keburukan :
a.
Improvement lebih rendah/lambat dari tandem method selection.
b.
Terjadi kehilangan kesempatan memperoleh performans sifat kedua (berat
lahir), karena mungkin saja yang masuk 15 terbawah berat lahir anak lebih
tinggi daripada yang masuk 35 ranking atas berdasarkan jumlah anak.
Begitu juga sebaliknya dari yang dipilih sebanyak 20 ekor ranking atas,
kemungkinan 15 ranking bawah jumlah anak lebih banyak.
§ Kebaikan :
-
Metode ini efisien karena menyeleksi sifat sekaligus secara bersamaan.
3.
Metode Indeks
Metode ini menyangkut
penentuan nilai masing-masing sifat yang diseleksi dan nilai-nilai ini akan
memberikan sejumlah score (nilai) yang menjadi indeks ternak yang
bersangkutan.Ternak dengan total score tertinggi (indeks) tertinggi dipilih
untuk tujuan seleksi. Penting diperhatikan adalah masing-masing sifat
memiliki koefisien (bobot) yang berbeda-beda tergantung pada nilai
ekonominya. Penentuan koefisien masing-masing sifat dipengaruhi oleh
banyak faktor menyangkut demand konsumen, harga pasaran, biaya produksi, dan
sebagainya. Sehingga penentuan koefisien secara kasar dapat diperkirakan
berdasarkan atas persentase saja dengan mengingat total koefisien semau sifat
yang dipakai untuk menentukan indeks adalah 1 atau 100%.
Contoh
:
Seleksi
calon pejantan sapi Bali dari populasi berdasarkan berat lahir dan berat
sapih. Penentuan indek bobot sapih lebih tinggi dari berat lahir karena
berat sapih berhubungan dengan laju pertumbuhan sampai dewasa.
Misal
koefisien berat lahir = 0,4 dan koefisien berat sapih = 0,6
Indeks
= aX1 + bX2
X1
= berat lahir
X2
= berat sapih
a
= koefisien berat lahir
b
= koefisien berat sapih
Maka
indeks masing-masing sapi dapat dihitung :
I =
0,4X1 + 0,6X2
Contoh
indeks pada beef cattle menurut Rice et.al (1970) adalah:
I =
X1 + 7,72X2
X1
= berat sapih
X2
= score tipe/konformasi
5.6. Metode penaksiran kemampuan genetik individu ternak untuk tujuan seleksi
Untuk melaksanakan seleksi dengan
keempat metode seleksi di atas (Tandem method, Independent culling level, dan Indeks)
dibutuhkan data tentang kemampuan genetic dari individu yang akan deseleksi.
Data tersebut didapat dari sumber-sumber berikut:
-
Data/record dari individu itu sendiri (individual
or mass selection atau performance Testing)
-
Data/record individu itu sediri selama hidupnya
(Lifetime Performance records)
-
Data/record dari keluarga kolateral (saudara
kandung, tiri, sepupu, bibi, paman, keponakan)
-
Data/record dari nenek moyangnya (silsilah keluarga
atau Pedigree records)
-
Data/record dari anak-anaknya (Progeny
performance or Progeny testing)
Gambar 5.3. Sumber data untuk penaksiran kemampuan genetik
individu ternak untuk tujuan seleksi.
(Sumber: Lasley, 1978)
5.6.1. Data dari diri sendiri ( Performance
Testing)
Metode
ini untuk menaksir kemampuan genetic dari ternak yang akan diseleksi
berdasarkan atas penampilan dari ternak yang bersangkutan. Untuk tujuan
tersebut dilakukan tes penampilan diri (performance
test). Metode ini cocok untuk digunakan pada seleksi sifat-sifat yang
heritabilitasnya tinggi. Penaksiran nilai pemuliaan (breeding value) suatu
sifat dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
NP =
h2 x ( deviasi antar individu dalam populasi)
|
Keterangan:
NP = Nilai pemuliaan
seekor ternak
h2 =
heritabilitas dari sifat yang diseleksi
Pada sifat-sifat
kualitatif seperti warna bulu atau ada tidaknya tanduk, sering digunakan untuk
mengestimasi nilai pemuliaan. Seleksi berdasarkan catatan penampilan individu
ternak untuk sifat-sifat kualitatif lebih efektif dari pada menggunakan metode
yang lain. Ternak-ternak yang bergenotipe homosigot resesif untuk sifat-sifat
kualitatif yang hanya terdiri atas satu pasang mudah dilihat dari
penampilannya. Contoh: Gen b adalah gen untuk menentukan warna merah resesif
terhadap alelnya gen B yang menentukan warna bulu hitam. Sapi-sapi yang
bergenotipe bb (sapi Angus merah) sapi berbulu merah, mudah diketahui,
sedangkan sapi-sapi yang berwarna hitam susah membedakan ternak yang
bergenotipe BB dan Bb. Untuk membedakan sapi Angus hitam yang homosigot dominan
dengan yang heterosigot harus dilakukan dengan test perkawinan, atau dengan
melihat penampilan dari saudara terdekatnya.
Untuk sifat-sifat
kuantitatif cara di atas tidak dapat digunakan karena sifat-sifat ini
dipengaruhi oleh banyak pasangan gen, ada kemungkinan banyak dipengaruhi oleh
aksi gen aditif, atau oleh gen non aditif. Dalam hal ini besar nilai
heritabilitas banyak berperan. Sifat dengan heritabilitas tinggi akan banyak
berpengaruh pada fenotipe atau penampilan.
Ternak yang dipilih
untuk dipertahankan dalam populasi harus ternak yang unggul. Untuk mengetahui
keunggulan dari individu ternak harus dilakukan perbandingan. Untuk keakurasian
hasil faktor-faktor non genetik harus disamakan, umur ternak, waktu dilakukan
perbandingan, cara pemeliharaan, jenis pakan semuanya harus sama.
5.6.2. Data dari diri sendiri selama hidupnya
Data atau catatan
yang digunakan untuk menaksir kemampuan genetik didasarkan atas data atau
catatan penampilan ternak yang akan diseleksi itu sendiri selama hidupnya.
Contoh catatan produksi susu mulai dari laktasi pertama hingga laktasi kelima.
Metode ini didasarkan atas asumsi bahwa ternak yang mutu genetiknya unggul akan selalu berpenampilan unggul, di atas
rata-rata penampilan ternak yang lain dalam suatu populasi. Kecepatan kemajuan
genetik dari metode ini tergantung pada tingkat korelasi antara genotipe dengan
fenotipe. Makin tinggi korelasinya, makin cepat kemajuan genetiknya.
Tabel 5.4. Produksi susu dari dua
induk pada waktu dan
lingkungan yang sama.
Masa laktasi
|
Produksi susu
(liter)
|
|
Induk A
|
Induk B
|
|
1
|
3500
|
3300
|
2
|
3700
|
3500
|
3
|
3800
|
3700
|
4
|
3900
|
4000
|
5
|
4100
|
4200
|
(Sumber: Lasley, 1978)
Induk A dipilih
untuk dipertahankan dalam populasi karena memiliki produksi susu yang relative
stabil dibandingkan induk B.
5.6.3.
Data dari anak-anaknya
Metode
ini untuk menaksir kemampuan genetik dari seekor ternak yang akan dileleksi
berdasarkan atas data penampilan anak-anaknya. Metode ini didasarkan atas
asumsi bahwa tetua unggul akan mewariskan gen-gen yang menentukan sifat yang
unggul tersebut ke anak keturunannya.
Metode ini cocok untuk digunakan pada sifat-sifat yang nilai
heritabilitasnya tinggi. Untuk itu digunakan metode progeny testing yang didasarkan atas pengukuran penampilan dari
anak-anaknya.
Metode
seleksi ini digunakan pada sifat-sifat yang terbatas pada jenis kelamin,
seperti produksi susu yang hanya dihasilkan dari ternak betina, juga pada sifat
ternak yang diketahui bila dipotong. Contoh: untuk mendapatkan ternak yang
kualitas karkasnya bagus untuk dikembangbiakkan tidak mungkin ternak itu
sendiri yang dipotong. Kualitas karkas dari anak-anaknya sebagai indicator
kualitas karkas dari ternak yang bersangkutan. Metode seleksi ini baik
digunakan untuk sifat-sifat yang heritabilitasnya rendah. Seleksi dikenakan
pada ternak jantan berhubung ternak jantan memiliki anak lebih banyak dari pada
ternak betina.
Pengaturan
pelaksanaan dari metode ini adalah sebagai berikut:
o Tentukan jumlah pejantan yang akan diseleksi
sebanyak mungkin, paling tidak lima hingga sepuluh ekor.
o Untuk menjaga keakurasian paling tidak
digunakan 50-100 anak.
o Induk yang akan dikawini oleh masing-masing
pejantan diambil secara acak.
5.6.4. Data dari silsilah keluarga
(pedigrees)
Silsilah keluarga adalah catatan nama-nama keluarga yang menurunkan seekor
ternak, mulai dari tetua, kakek dan nenek dari pihak pejantan dan pihak induk
dan seterusnya ke atas.
Pada awalnya di data silsilah keluarga hanya dicantumkan nama dan nomor registrasi dari masing-masing
individu. Setelah kurun waktu tertentu data dilengkapi dengan nilai fenotipe
atau penampilan dari para nenek moyang yang tercantum dalam silsilah keluarga.
Silsilah keluarga akan lebih lengkap lagi bila dicantumkan juga besar
diferensial seleksi, serta tingkat keunggulan dari para nenek moyang.
Waterloo 2816
|
|||
Belvedere 1706
|
|||
(kakek)
|
Angelina 2d
|
||
Short Tail 2621
|
|||
(Pejantan)
|
2d Hubback1432
|
||
Duches 32d
|
|||
(nenek)
|
Duches 19th
|
||
4th Duke of
|
|||
Northcumberland
|
Waterloo 2816
|
||
Belvedere 1706
|
|||
(kakek)
|
Angelina 2d
|
||
Duches 34th
|
|||
(Induk)
|
2d Hubback1432
|
||
Duches 29th
|
|||
(nenek)
|
Duches 20th
|
||
Gambar 5.4. Gambar silsilah keluarga dari ternak sapi yang
bernama 4th Duke of Northcumberland
(Sumber: Lasley, 1978)
5.7.Batas seleksi
Syarat penting dari seleksi
adalah adanya keragaman sifat yang akan ditingkatkan penampilannya.
Dalam proses seleksi yang berlangsung pada beberapa generasi suatu kelompok
ternak dihasilkan dua hal, yaitu rata-rata penampilan yang meningkat dan
keragaman yang makin mengecil. Pada batas tertentu rata-rata penampilan tidak
akan meningkat lagi, karena semua ternak sudah seragam, tidak ada lagi ternak
yang berpenampilan lebih rendah. Kondisi yang demikian disebut dengan istilah
“batas seleksi” atau “selection limits”
atau “selection plateu” (lihat Gambar 5.1).
Rangkuman
Sistem seleksi merupakan salah satu program pemuliabiakan ternak. Ada dua macam seleksi yaitu Seleksi alam (natural selection) dan Seleksi Buatan (artificial selection). Seleksi mengubah
frekuensi gen dalam populasi. Frekuensi gen yang diharapkan dapat meningkatkan
penampilan ternak meningkat, sedangkan frekuensi gen yang tidak diharapkan
menurun. Sistem seleksi berdasarkan pada
macam aksi gen, ada seleksi untuk meningkatkan frekuensi gen
dominan dalam populasi, seleksi untuk membuang gen dominan dari populasi, seleksi untuk meningkatkan frekuensi
gen overdominan dalam populasi, seleksi untuk meningkatkan frekuensi gen
epistasis dalam populasi. Peningkatan penampilan hasil seleksi disebut respon
seleksi yang besarnya dipengaruhi oleh besarnya nilai heritabilitas dan diferensial
seleksi. Besar nilai diferensial seleksi tergantung pada jumlah ternak yang dipilih sebagai penghasil
bibit, besarnya keragaman fenotipe, banyaknya ternak dalam populasi atau dalam
usaha pembibitan, dan jenis kelamin. Kemajuan hasil seleksi per tahun selain
ditentukan oleh besar nilai heritabilitas dan deferensial seleksi juga ditentukan
oleh besar nilai interval generasi.
Rasio dari diferensial seleksi dengan simpangan baku dikenal dengan sebutan intensitas seleksi. Proporsi ternak yang diseleksi makin sedikit, intensitas seleksi makin tinggi. Ternak jantan mempunyai intensitas seleksi yang jauh lebih tinggi daripada ternak betina karena ternak jantan hanya dibutuhkan sedikit dalam populasi. Perlu diperhatikan batas minimal proporsi ternak yang diseleksi agar besar populasi pada generasi selanjutnya tidak mengecil.
Untuk seleksi lebih dari satu sifat ada beberapa
metode yang dapat digunakan, antara lain metode Tandom, metode tingkat penyingkiran bebas (independent culling level), dan metode indeks. Untuk pelaksanan seleksi diperlukan
adanya catatan data penampilan yang bisa didapat dari individu itu sendiri, individu itu sendiri
selama hidupnya, keluarga kolateral (sdr kandung, tiri, sepupu, bibi, paman,
keponakan), nenek moyangnya (silsilah keluarga atau Pedigree records), dan anak-anaknya (Progeny performance).
Pelaksanaan seleksi ada batasnya, yaitu pada saat terjadi
“selection plateu”. Pada saat
tersebut rata-rata penampilan populasi tidak akan meningkat lagi, karena semua
ternak sudah seragam, tidak ada lagi ternak yang berpenampilan lebih rendah.
Soal/Latihan
1.
Seleksi
ada dua macam, seleksi alam dan seleksi buatan. Jelaskan apa yang dihasilkan
oleh masing-masing macam seleksi tersebut!
2.
Jelaskan
bagaimana seleksi dapat menyebabkan pada terjadinya perubahan frekuensi gen!
3.
Jelaskan
mengapa seleksi untuk meningkatkan frekuensi gen dominan sama denganseleksi
untuk menurunkan frekuensi gen resesif!
4.
Dalam
program seleksi dihasilkan respon seleksi. Sebutkan dua factor yang menentukan
besar respon seleksi. Jelaskan secara singkat bagaimana kedua factor tersebut
mempengaruhi besar respon seleksi!
5.
Apa
yang dimaksud dengan deferensial seleksi? Sebutkan macam factor yang
mempengaruhi deferensial seleksi! Bagaimana cara factor-faktor tersebut dapat
mempengaruhi besarnya deferensial seleksi?
6.
Kemajuan
hasil seleksi per tahun ditentukan oleh tiga factor. Sebutkan ketiga factor
tersebut! Jelaskan bagaimana ketiga factor tersebut mempengaruhi besar hasil
seleksi per tahun?
7.
Ada
hubungan antara intensitas seleksi dengan proporsi ternak yang diseleksi.
Jelaskan bagaimana hubungan antar keduanya!
8.
Apa
yang dimaksud dengan interval generasi? Bagaimana cara memperkecil besar nilai
interval generasi?
9.
Ada
beberapa cara metode seleksi untuk menyeleksi beberapa sifat, antara lain:
metode tandom, metode tingkat penyingkiran bebas, dan metode indeks. Jelaskan
secara singkat masing-masing metode tersebut beserta kelebihan dan kekurangan
masing-masing!
10. Untuk melaksanakan seleksi dibutuhkan data tentang sifat
ternak yang akan ditingkatkan penampilannya. Bagaimana dan dari mana
mendapatkan data untuk keperluan seleksi ternak?
11. Usaha seleksi harus diberhentikan bila sudah berada dalam
“selection plateu”. Jelaskan secara
singkat apa yang dimaksud dengan “selection
plateu” tersebut!
Pustaka
Falconer,
D.S. 1981. Introduction to quantitative genetics. 2nd edition.
Longman
Group (FE) Ltd. Hong Kong
Lasley,
F.J. 1978. Genetiks of livestock improvement. Prentice Hall. Inc. Englewood
Cliffs. USA.
Rao, A.R.,
and V.K.Bhatia. 2012. Estimation of genetic parameters. Indian Agricul-tural Statistics Research Institute,
Library Avenue, New Delhi - 110 012 http://iasri.res.in/ebook/EB_SMAR/e-book_pdf%20files/Manual%20III/19-animal_breed_tech.pdf. Unggah 4 Oktober 2012.
Sufflebeam, C.E.1989. Genetics of Domestic Animals. Prentice Hall Inc. New Jersey.
Daftar istilah
Pedigree = silsilah keluarga
Carier abnormal= pengandung
gen untuk sifat tidakmnormal
Culling = penyingkiran
ternak yang kurang bermutu dari populasinya
Diferensial
seleksi adalah selisih rata-rata nilai fenotipe semua ternak dalam suatu
populasi atau kelompok ternak dengan rata-rata nilai fenotipe individu-individu
ternak yang terseleksi.
Interval
generasi = rata-rata umur induk saat melahirkan
anak-anaknya.
Intensitas
seleksi = tingkat keintensifan seleksi, makin sedikit ternak yang diseleksi
makin tinggi intensitas seleksi.
Batas seleksi atau “selection limits” atau “selection
plateu” = batas tertentu saat seleksi tidak lagi dapat meningkatkan
rata-rata penampilan ternak dalam suatu populasi karena semua ternak sudah
seragam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Selamat datang, terimakasih sudah berkunjung.
Mohon gunakan bahasa yang sopan dalam berkomentar.
Jika ingin minta data postingan ini, silahkan chat pada kolom yang disediakan.
Terimakasih