BAB III
NILAI TENGAH DAN KERAGAMAN POPULASI
Deskripsi singkat isi pokok bahasan
Populasi ternak terdiri atas individu-individu ternak. Masing-masing individu ternak memiliki jumlah kromosom dan bentuk kromosom yang sama. Masing-masing kromosom berpasangan. Dalam setiap kromosom terdapat lokus-lokus yang ditempati oleh gen. Dengan berpasangannya kromosom, gen-gen juga berpasangan, sehingga setiap individu ternak memiliki deretan pasangan gen yang sangat panjang. Walaupun semua individu dalam populasi ternak memiliki kromosom dengan jumlah dan bentuk yang sama, namun tidak ada satu ekor ternakpun yang memiliki deretan pasangan gen yang sama. Hanya ternak kembar identik yang memiliki deretan pasangan gen yang persis sama. Dalam suatu populasi ternak beberapa ruas dari deretan pasangan gen yang dimiliki oleh individu-individu ternak banyak yang sama. Makin dekat hubungan keluarga, makin banyak pasangan gen yang sama.
Sifat kualitatif ditentukan oleh satu pasang atau beberapa pasang gen, sedangkan sifat kuantitatif ditentukan oleh beberapa pasang gen, atau oleh banyak pasang gen. Makin banyak pasangan gen yang sama, makin mirip penampilannya. Keragaman akan banyaknya pasangan gen yang sama menyebabkan adanya keragaman penampilan ternak. Lingkungan yang berbeda akan menambah besar terjadinya keragaman.
Data statistik dari populasi ternak walaupun dikatakan cukup komplit namun hanya disajikan jenis ternak, jumlah dan rataan produksinya, misal data tentang bobot lahir, bobot sapih, dan bobot badan sapi dewasa, produksi telur, fertilitas, dan daya tetas. Data tentang keragamannya tidak disajikan karena alasan tidak praktis. Tetapi untuk keperluan pemuliaan ternak perlu adanya data keragaman. Data rataan penampilan sifat dibutuhkan untuk mengetahui apakah usaha pemuliaan ternak berhasil. Keberhasilan usaha pemuliaan ternak ditandai oleh adanya peningkatan rataan sifat yang diinginkan, misal rataan bobot bobot dewasa sapi bali di Pulau Lombok. Sedangkan data keragaman merupakan dasar utama dalam pelaksanaan pemuliaan ternak. Apabila dalam suatu populasi keragaman cukup besar untuk pelaksanaan pemuliaan ternak dilakukan seleksi. Sebaliknya bilamana dalam suatu populasi memiliki keragaman kecil untuk pelaksanaan pemuliaan ternak dilakukan persilangan dengan ternak sejenis dari populasi yang lain.
Bahasan dalam bab ini diawali dengan macam sifat ternak, individu ternak sebagai anggota dari suatu populasi ternak, dilanjutkan dengan bahasan tentang populasi dengan nilai rata-rata keragaman penampilan dari anggota populasinya, penghitungan keragaman dan diakhiri dengan pembahasan tentang penyebab-penyebab keragaman.
Tujuan Instruksi Khusus
Setelah mempelajari pokok bahasan ini mahasiswa akan dapat menjelaskan dengan benar (80%) tentang macam sifat ternak, individu ternak sebagai anggota dari suatu populasi, populasi dengan nilai rata-rata dan keragaman penampilan dari anggota populasinya, dan penyebab-penyebab keragaman, serta dapat melakukan penghitungan estimasi dengan benar (100%) tentang keragaman.
Cara belajar
Baca dan pahami bab III ini dengan baik, buat ringkasan dan pertanyaan, serta kerjakan soal-soal latihan. Dianjurkan belajar kelompok.
Isi
3.1. Sifat (trait) pada ternak
Sebelum membahas tentang keragaman sifat perlu dibahas dahulu tentang macam-macam sifat pada ternak. Sifat pada ternak dapat dibagi menjadi dua kategori: sifat kualitatif dan sifat kuantitatif.
3.1.1. Sifat kualitatif
Sifat kualitatif adalah sifat yang mudah dibedakan tanpa harus mengukur. Contoh sifat kualitatif: warna bulu, sifat bertanduk atau tidak bertanduk pada sapi. Sapi yang berbulu merah jelas berbeda dengan sapi yang berbulu putih. Sapi yang bertanduk jelas berbeda dengan sapi yang tidak bertanduk.
Variasi dari sifat kualitatif tidak kontinyu. Tidak ada sifat antara sifat bertanduk dan tidak bertanduk. Biasanya sifat ini hanya dikontrol oleh sepasang gen yang aksi gennya bersifat non-aditif (dominan-resesif). Gen P untuk sifat tidak bertanduk menutup pengaruh gen p untuk sifat tak bertanduk. Dengan demikian untuk individu–individu bergenotip PP dan Pp tidak bertanduk, sedangkan yang bergenotip pp bertanduk.
Sifat kualitatif tidak dipengaruhi oleh lingkungan. Sapi berbulu merah tidak akan berubah warna bulunya dengan diberi formula pakan yang berbeda dari pakan semula. Begitu pula bila sapi tersebut dipindahkan ke tempat lain yang berbeda suhu udaranya warna bulu tetap merah.
Sifat kualitatif dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori, yaitu: sifat luar, cacat genetik dan polimorfisme genetik.
a). Sifat luar
Sifat luar adalah sifat yang dapat dilihat. Sifat ini sedikit atau tidak ada hubungannya dengan kemampuan produksi. Contoh: warna, bentuk telinga, ada/tidak adanya tanduk, bentuk ekor.
Walaupun mungkin hanya ada sedikit hubungannya dengan penampilan produksi, sifat luar ini dapat digunakan secara komersial sebagai “cap dagang”. Ini berarti ikut masuk dalam program pemuliaan.
Dalam program pemuliaan, pengikut sertaan sifat luar ini perlu dipertimbangkan untung ruginya. Misal, gen P bersifat pleiotropik. Individu ternak dengan genotip Pp pada sistem pemeliharaan yang menggunakan kandang ternak tersebut tidak melukai ternak yang lain karena tidak bertanduk sehingga tidak mempengaruhi tingkat produksi. Namun untuk individu ternak yang bergenotip homosigot dominan (PP), walaupun tidak melukai ternak yang lain, karena tidak bertanduk, kemampuan reproduksinya menurun, bahkan yang jantan memiliki sterilitas yang tinggi. Dengan demikian produktivitas ternak menurun.
b). Cacat genetik
Cacat genetik menurunkan produktivitas ternak. Pengaruhnya mulai dari sedikit menurunkan kemampuan produksi ternak yang bersangkutan hingga mematikan.
Cacat genetik untungnya disebabkan oleh gen resesif dan umumnya bersifat letal (mematikan). Gen ini dapat mengekspresikan pengaruhnya pada saat setelah pembuahan, pada saat ternak menjelang dewasa atau pada saat individu sudah tua. Individu ternak yang bergenotip homosigot resesif apabila mati sebelum dewasa tidak akan banyak berpengaruh pada frekuensi gen dalam populasi.
Dengan melaksanakan seleksi terhadap individu yang bergenotip homosigot resesif, dan atau melaksanakan kawin silang frekuensi gen resesif dapat diturunkan.
c). Polimorfisme genetik
Sifat kualitatif ini hanya dapat diketahui pada ternak melalui analisis laboratorium pada cairan atau jaringan tubuh ternak yang bersangkutan. Berbeda dengan cacat genetik, sifat ini berguna untuk mengetahui hubungan filogenetis antar spesies, bangsa atau tipe ternak yang berbeda. Misal, antara ayam lokal Lombok dengan ayam hutan.
Kaitannya dengan produksi ternak, sifat ini tidak ada hubungannya dengan produksi. Kalau ada, hubungan tersebut sangat kecil.
3.1.2. Sifat kuantitatif
Sifat kuantitatif adalah sifat pada ternak yang ditentukan oleh banyak pasang gen, tidak ada perbedaan fenotipe yang menyolok antara sifat yang satu dengan sifat yang lain. Datanya bersifat menerus dari ukuran yang terkecil hingga ke ukuran yang paling besar. Banyak sifat-sifat penting pada ternak yang bernilai ekonomi bersifat kuantitatif, seperti produksi telur dan susu, bobot tetas, fertilitas, daya tetas, kualitas karkas, efisiensi pakan, laju pertumbuhan dan sebagainya.
Untuk membedakan sifat kuantitatif pada ternak harus dilakukan pengukuran. Contoh: pertambahan bobot badan dua ekor sapi Bali yang masing-masing sebesar 0,45 kg/hari dan 0,60 kg/hari harus diketahui lewat penimbangan badan berkali-kali dan menggunakan metode tertentu.
Variasi dari sifat kuantitatif kontinyu. Sifat pertambahan bobot badan tidak hanya 0,45 kg/hari dan 0,60 kg/hari, tetapi ada beberapa pertambahan bobot badan lain di luar angka tersebut, seperti 0,50 kg/hari ; 0,56 kg/hari. Biasanya sifat ini dikontrol oleh beberapa pasang gen yang aksi gennya bersifat aditif. Pada aksi gen aditif efek fenotipik dari suatu gen menambah efek fenotip dari alelnya atau pada gen yang lain.
Sifat kuantitatif mudah dipengaruhi oleh lingkungan. Pertambahan bobot badan dipengaruhi oleh faktor pakan, sistem pemeliharaan, penyakit dan faktor lingkungan lainnya.
3.2. Individu ternak sebagai anggota dari populasi
Genetika kuantitatif tidak membahas tentang ternak sebagai individu tetapi keseluruhan ternak dalam suatu populasi ternak. Namun dalam pembahasan dalam bab ini sebelum masuk ke dalam pembahasan tentang semua ternak dalam populasi, terlebih dahulu dibahas tentang ternak sebagai anggota dari populasi.
Dalam pemuliaan ternak, yang perlu diperhatikan terlebih dahulu dari individu ternak adalah penampilannya. Ternak yang berpenampilan baik akan dipilih untuk dikembangbiakkan guna mendapatkan keturunan yang lebih baik dari pada generasi tetuanya. Untuk mengetahui kualitas ternak secara konvensional dilihat dari penampilannya atau fenotipenya. Nilai fenotipe individu ternak timbul karena pengaruh genetik dan lingkungan. Pengaruh genetik berasal dari pengaruh semua gen yang dikandung oleh individu ternak, sedangkan pengaruh lingkungan adalah semua pengaruh yang tidak disebabkan oleh faktor genetik, seperti iklim/cuaca, kandang, pakan, cara pemeliharaan ternak. Semua faktor genetik dan faktor lingkungan tersebut dinamai nilai genotik dan deviasi(karena) lingkungan.
Secara matematik nilai fenotipe untuk tiap individu ternak yang merupakan anggota dari suatu populasi dinyatakan dalam bentuk sebagai berikut:
Keterangan:
P = nilai fenotipe individu ternak
G = nilai genetik individu ternak
E = deviasi karena lingkungan di tempat ternak berada pada saat tertentu
Rata-rata deviasi karena lingkungan di dalam populasi secara keseluruhan sama dengan nol. Sehingga nilai fenotipe sama dengan nilai genotipe (P = G).
Dengan berasumsi bahwa faktor lingkungan tidak pernah berubah, maka rata-rata populasi (nilai genotipe dan nilai fenotipe) tetap dari suatu generasi ternak ke generasi selanjutnya.
Nilai fenotipe seekor ternak adalah besaran nilai hasil pengamatan atau pengukuran.Contoh: bobot lahir, tingkat pertumbuhan badan, konversi pakan. Nilai genetik adalah potensi produksi. Potensi produksi ini akan terekspresi dengan optimal bilamana kondisi lingkungan baik. Faktor lingkungan adalah semua faktor non genetik yang berpengaruh terhadap penampilan ternak. Contoh faktor lingkungan: kondisi pakan, iklim, tatalaksana pemeliharaan, penyakit, dan sebagainya.
Penjelasan nilai fenotipe secara genetik dapat dijelaskan dengan cara sebagai berikut:
Misal suatu sifat ditentukan oleh suatu lokus. Pada lokus tersebut terdapat dua gen yaitu A1 dan A2. Nilai fenotipe dari seekor ternak yang bergenotipe homosigot A1A1 sama dengan +a, nilai fenotipe dari seekor ternak yang bergenotipe homosigot A2A2 sama dengan –a, dan nilai fenotipe dari seekor ternak yang bergenotipe heterosigot A1A2 sama dengan d. Dibuat konvensi bahwa gen A1 bersifat meningkatkan nilai genetik, dan gen A2 bersifat menurunkan nilai genetik. Dibuat Gambar ..dengan skala nilai genotipe. Titik awal bernilai nol (0), berjarak sama dari –a maupun dari +a. Nilai d tergantung pada besarnya tingkat dominasi gen. Bilamana tidak ada dominasi d = 0.
Genotipe
A2A2 A1A2 A1A1
-a 0 d +a
Nilai fenotipe
Gambar 3.1. Beberapa nilai fenotipe pada tiga macam pasangan gen
(Sumber: Falconer, 1981)
Bilamana A1 dominan terhadap A2 maka d bernilai positif. Bilamana A2 dominan terhadap A1 maka d bernilai negatif. Bilamana dominan penuh d bernilai –a atau +a. Bilamana over dominan d bernilai di atas +a atau di bawah –a.
3.2.1. Nilai pemuliaan ternak
Penampilan ternak yang bagus karena faktor lingkungan, misal karena pakan atau cara pemeliharaan yang baik tidak dapat diwariskan ke anak keturunannya. Genotipe atau pasangan gen yang menghasilkan penampilan yang unggul juga tidak dapat diwariskan ke anak keturunannya. Yang dapat diwariskan ke anak keturunan hanyalah si pembawa sifat itu sendiri yakni gen.
Dalam kaitannya dengan individu ternak sebagai anggota populasi, untuk menghasilkan generasi selanjutnya yang berpenampilan lebih baik daripada generasi tetuanya perlu diketahui kualitas genetik dari masing-masing anggota populasi. Kualitas genetik dari masing-masing individu ternak tersebut dinamakan “nilai pemuliaan” atau breeding value; ahli lain menyebutnya “nilai biak”. Per definisi, nilai pemuliaan seekor ternak adalah nilai genetik dari ternak tersebut yang dapat diwariskan ke keturunannya. Dengan demikian hanya individu-individu ternak yang memiliki nilai pemuliaan yang baik atau unggul saja yang dipertahankan dalam populasi untuk dikembangbiakkan guna mendapatkan keturunan yang lebih baik.
Nilai pemuliaan dapat diukur. Ditentukan saja frekuensi gen A1 dan gen A2 berturut-turut adalah q dan 1-q. Bila dalam suatu populasi, seekor ternak dikawinkan dengan beberapa ternak yang lain secara acak, nilai pemuliaan adalah sebesar dua kali dari rata-rata deviasi dari anak-anak keturunannya dengan rata-rata populasi. Deviasi harus diduakalikan karena tetua hanya memberikan setengah dari gen-gennya kepada anak keturunannya.
Genotipe
|
Nilai Pemuliaan
|
A1A1
|
2α1 = 2α(1-q)
|
A1A2
|
α1 + α2 = α(1-2q)
|
A2A2
|
2α2 = -2αq
|
(Sumber: Falconer, 1981)
Keterangan:
α = a + d(1- 2q)
α = α1 - α2
α1 = pengaruh rata-rata gen A1
α2 = pengaruh rata-rata gen A2
a = nilai fenotipik genotipe A1A1
d = nilai fenotipik genotipe A1A2
Berhubung nilai pemuliaan dari masing-masing individu ternak adalah deviasi dari rata-rata populasi maka jumlah nilai pemuliaan dari semua ternak yang ada dalam populasi sama dengan nol.
Untuk mendapatkan nilai α1 dan α2 perlu diketahui terlebih dahulu rata-rata fenotipe dari individu-individu ternak anggota populasi. Rata-rata fenotipe dihitung dengan menggunakan Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Genotipe ternak, frekuensi gen, nilai fenotipe
Genotipe ternak
|
Frekuensi gen
|
Nilai fenotipe
|
Frekuensi gen x Nilai fenotipe
|
A1A1
|
q2
|
a
|
aq2
|
A1A2
|
2q(1-q)
|
d
|
2dq(1-q)
|
A2A2
|
(1-q)2
|
-a
|
-a(1-q)2
|
Jumlah
|
1,0
|
|
a(2q-1) + 2dq(1-q)
|
(Sumber: Falconer, 1981)
Pada kolom empat dari Tabel 3.1 penjumlahan dari hasil perkalian antara frekuensi gen dengan nilai fenotipe merupakan rata-rata fenotipe dari individu-individu ternak anggota populasi. Dengan demikian rata-rata fenotipe sama dengan a(2q-1) + 2dq(1-q).
Hasil dari perhitungan rata-rata fenotipe digunakan untuk menghitung pengaruh rata-rata dari gen A1 dan gen A2. Penghitungannya dengan menggunakan pengaruh gamet-gamet yang membawa gen A1 dan gen A2.
Tabel 3.2. Pengaruh gamet dan pada nilai fenotipe, rata-rata nilai genotype,
rata-rata populasi dan pengaruh rata-rata gen
|
Gamet A1
|
Gamet A2
|
1. Genotipe yang dapat dihasilkan
|
A1A1
|
A1A2
|
A1A2
|
A2A2
|
2. Nilai fenotipe
|
a
|
d
|
d
|
1a
|
3. Frekuensi
|
q
|
1 - q
|
q
|
1 - q
|
4. Nilai rata-rata dari genotipe-genotipe yang dihasilkan
|
aq + 2dq(1 – 2q)
|
dq + (-a(1 – q))
|
5. Rata-rata populasi
|
a(2q – 1) + 2dq(1 – q)
|
6. (4 – 5)
= pengaruh rata-rata gen
|
(1 – q)(a + d(1 – 2q))
|
-q(a + d(1 – 2q))
|
(α1 = pengaruh rata-rata gen A1)
|
(α2 = pengaruh rata-rata gen A2)
|
(Sumber: Falconer, 1981)
3.2.2. Estimasi nilai pemuliaan berdasarkan penampilan individu ternak
Pada pembahasan di atas penghitungan nilai pemuliaan ternak menggunakan satu pasang gen. Pada kenyataannya sifat kuantitatif ditentukan oleh banyak gen. Hingga saat ini belum diketahui dengan pasti banyaknya gen yang mempengaruhi penampilan sifat-sifat. Mengingat hal tersebut maka dilakukanlah estimasi nilai pemuliaan ternak berdasarkan penampilan ternak.
Ada tiga cara estimasi nilai pemulian ternak. Pertama dengan pengukuran tunggal atas diri ternak yang bersangkutan, kedua dengan pengukuran berulang atas dirinya, dan ketiga berdasarkan atas pengukuran anak-anak keturunannya.
1. Pengukuran tunggal pada ternak yang akan dievaluasi
Pada cara ini ternak yang dievaluasi diukur sifat kuantitatifnya, sesuai dengan tujuan dari pemuliabiakan, misal diukur tentang tingkat pertumbuhan badan, konversi pakan, produksi susu, produksi telur.
Untuk mengestimasi nilai pemuliaan ternak digunakan rumus sebagai berikut:
ENP = h2 (Pi – PP)
|
Keterangan:
ENP = estimasi nilai pemuliaan
h2 = heritabilitas untuk sifat yang dievaluasi (sebagai pembobot)
Pi = hasil ukuran sifat yang dievaluasi
PP = rata-rata hasil ukuran ternak-ternak lainnya pada populasi tersebut pada
waktu dan tempat yang sama
2. Pengukuran berulang atas dirinya
Cara ini digunakan untuk ternak-ternak yang akan dipertahankan dalam populasi karena keunggulan relatifnya untuk sifat-sifat tertentu seperti produksi susu, wol, bobot badan sapih anak-anak seekor sapi betina. Pada produksi susu: rata-rata produksi susu pada masa laktasi pertama, laktasi kedua dan seterusnya. Pada produksi wol: bobot wol pada pencukuran pertama, pencukuran kedua dan seterusnya. Pada seekor sapi betina: bobot sapih anak pertama, bobot sapih anak kedua, dan seterusnya. Bobot sapih yang relative berat menggambarkan potensi genetik bagi sapi betina yang bersangkutan, sekaligus mengetahui sifat keibuannya.
Untuk mengestimasi nilai pemuliaan pada cara ini digunakan rumus sebagai berukut:
nh2
ENP = --------------- (Pi – PP)
1 + (n – 1)R
|
Keterangan:
ENP = estimasi nilai pemuliaan
h2 = heritabilitas untuk sifat yang dievaluasi (sebagai pembobot)
Pi = rata-rata hasil ukuran dari sifat pada ternak yang sedang dievaluasi
PP = rata-rata hasil ukuran dari sifat pada ternak lainnya pada populasi tersebut
pada waktu dan tempat yang sama
R = ripitabilitas untuk sifat yang dievaluasi
3. Pengukuran anak-anak keturunannya
Pada usaha ternak perah, pejantan sangat penting untuk meningkatkan produksi susu. Dengan berhasilnya mendapatkan pejantan yang unggul dapat digunakan untuk mengawini banyak betina sehingga akan dihasilkan keturunan yang produksi susunya lebih banyak dari produkai susu tetuanya. Berhubung ternak jantan sendiri tidak menghasilkan susu, maka penilaian keunggulannya dilihat dari anak-anak betinanya yang menghasilkan susu.
Untuk mengestimasi nilai pemuliaan digunakan rumus sebagai berikut:
0,5nh2
ENP = --------------- (Pi – PP)
1 + (n – 1)t
|
Keterangan:
ENP = estimasi nilai pemuliaan
n = jumlah anak
h2 = heritabilitas untuk sifat yang dievaluasi (sebagai pembobot)
t = intraclass correlation; nilainya = 0,25 h2
Pi = rata-rata hasil ukuran dari sifat pada anak dari ternak yang sedang dievaluasi
PP = rata-rata hasil ukuran dari sifat pada anak dari ternak lainnya pada populasi
tersebut pada waktu dan tempat yang sama
Contoh soal
1. Dalam suatu peternakan sapi perah ada seekor sapi perah betina selama masa laktasinya yang pertama menghasilkan susu 175 liter di atas rata-rata sapi lainnya dalam peternakan tersebut. Heritabilitas produksi susu sebesar 0,25. Ditanyakan berapa nilai pemuliaan dari sapi betina tersebut.
Jawab:
ENP = h2 (Pi – PP)
= 0,25 (175)
= 43,75 liter
2. Masih pada peternakan sapi perah pada soal nomor 2, namun pada sapi betina yang lain. Dari hasil pengukuran produksi susu selama tiga laktasi sapi betina tersebut memiliki rata-rata produksi susu sebanyak 150 di bawah rata-rata sapi lainnya dalam peternakan tersebut. Bila heritabilitas dan ripitabilitas produksi susu sebesar 0,25 dan 0,45 berapa nilai pemuliaan dari sapi betina tersebut.
Jawab:
nh2
ENP = --------------- (Pi – PP)
1 + (n – 1)R
3(0,25)
= ------------------ (- 150)
1 + (3-1)(0.45)
0,75
= ---------- (- 150)
1,90
= - 59,21
3.3. Kajian statistik populasi ternak
Di atas telah dibahas tentang ternak sebagai individu selaku anggota dari populasi ternak. Berikut akan dibahas tentang semua ternak dalam populasi tersebut dengan sifat-sifat yang dimilikinya.
Per definisi, populasi ternak adalah suatu kumpulan ternak yang memiliki ciri yang sama, yang berada pada suatu tempat atau wilayah tertentu. Contoh: populasi ternak sapi bali di Pulau Lombok. Sapi-sapi bali memiliki ciri khusus, seperti warna badan merah bata, ada garis belut yang berwarna hitam memanjang dari bagian atas kepala hingga ke pangkal ekor, warna putih pada bagian pantat, dan seterusnya.
Sifat-sifat yang bernilai ekonomis merupakan data kuantitatif, contoh: pertumbuhan badan per hari, konversi pakan, produksi susu, produksi telur. Sifat-sifat tersebut dikontrol oleh banyak gen. Masing-masing gen memberi kontribusi kepada sifat tersebut, ada yang kontribusinya cukup besar ada pula yang kecil. Efek kumulatif dari pengaruh gen-gen tersebut ditambah dengan pengaruh lingkungan membentuk nilai-nilai fenotipe dari para anggota populasi. Nilai-nilai tersebut berupa variable yang menerus (continuous variabels). Menurut Sokal dan Rohlf (1969) serta Dowdy dan Wearden (1983) variable menerus terdistribusi secara normal.
Bila dinyatakan dalam bentuk gambar, data untuk sifat-sifat kuantitatif berupa kurva. Untuk distribusi normal kurva berbentuk lonceng (bell shaped). Pada kurva distribusi normal tersebut:
- terdapat adanya puncak tunggal (unimodal)
- terdapat nilai tengah atau rataan populasi
- simetri
- berasimtot pada sumbu Y
- distribusi normal memiliki rataan (µ untuk populasi dan x untuk sampel)
- simpangan (σ2 untuk populasi dan SD untuk sampel)
- titik balik pada µ - σ dan µ + σ untuk populasi dan x - SD dan x + SD untuk sampel
- total area di antara kurve dan sumbu Y sama dengan satu
- lebih dari 99% wilayah kurva berada di antara µ-3σ dan µ+3σ untuk populasi dan x – 3SD dan x + 3SD untuk sampel.
Dari beberapa butir ketentuan di atas (tentang distribusi normal), pemuliaan ternak memfokuskan pada nilai rata-rata dan sebarannya.
Gambar 3.2. Distribusi normal
3.3.1. Rata-rata populasi
Rata-rata populasi atau nilai tengah merupakan salah satu ciri penting dari populasi. Contoh: di Provinsi Nusa Tenggara Barat, rata-rata bobot badan sapi bali asal Lombok Timur 3573 kg, sedangkan sapi bali asal Lombok Barat 3508 kg (Prasetyo, 1973). Ayam lokal Lombok yang dipelihara secara intensif tiap bulan bertelur dengan rata-rata produksi telur 9,9 butir per ekor per bulan (Prasetyo dan Rozy, 2007).
Dalam hubungannya dengan pelaksanaan pemuliaan ternak, seleksi dapat dikatakan berhasil bilamana nilai tengah telah bergeser ke nilai yang lebih baik sesuai dengan tujuan pemuliaan. Contoh: Pada suatu populasi ternak sapi bali, rata-rata kenaikan bobot badan sebelum dilaksanakan seleksi 0,3 kg per hari. Setelah dilaksanakan seleksi pada genenasi kelima dihasilkan rata-rata kenaikan bobot badan menjadi 0,5 kg per hari.
Ada beberapa cara untuk menentukan nilai tengah. Pada umumnya nilai tengah berupa rata-rata hitung (arithmetic mean). Penentuan nilai tengah yang lain antara lain adalah rata-rata tertimbang (weighted mean), rata-rata geometrik, rata-rata harmonik, median, dan modus.
1. Rata-rata hitung
Untuk praktisnya pada pembahasan tentang pemuliaan ternak hanya digunakan rata-rata hitung. Untuk kajian tertentu kadang-kadang digunakan rata-rata tertimbang.
Rumus untuk menghitung rata-rata hitung adalah sebagai berikut:
1 n x1 + x2 + x3 + ……. xn
x = -- Σ xi = -----------------------------
n 1 n
|
Keterangan:
x = rata-rata hitung
xi = ukuran masing-masing ternak
x1 = ukuran untuk ternak nomor satu
x2 = ukuran untuk ternak nomor dua
x3 = ukuran untuk ternak nomor tiga
xn = ukuran untuk ternak nomor n (yang terakhir)
Contoh pada produksi telur (butir) per bulan ayam lokal Lombok sebanyak 100 ekor di Mataram yang dipelihara secara intensif pada Tabel .. Rata-rata produksi telur per ekor per bulan adalah:
8 + 12 + 6 + ……… + 7
x = -------------------------------- = 9,9 butir per ekor per bulan
100
2. Rata-rata tertimbang
Pada kajian seleksi kadang-kadang digunakan rata-rata tertimbang. Ada dua cara penghitungan. Pertama dengan menggunakan data pengukuran langsung, kedua dengan menggunakan data proporsi.
Untuk menghitung rata-rata tertimbang dengan menggunakan data pengukuran langsung digunakan rumus sebagai berikut:
n
Σ ni xi
i=1
xt = -----------
n
Σ ni
i=1
|
Keterangan:
xt = rata-rata tertimbang
ni = jumlah sampel ternak
xi = rata-rata hitung hasil ukuran
Contoh soal
Pada peternakan kambing dilakukan seleksi untuk meningkatkan bobot sapih anak kambing selama lima generasi. Dari hasil seleksi dihasilkan data seperti yang tertera pada Tabel 3.3. Ditanyakan berapa rata-rata tertimbang ubtuk bobot sapih kambing.
Tabel 3.3. Rata-rata bobot sapih anak kambing dari generasi
pertama hingga generasi kelima
Generasi
ke
|
Besar sampel (ni)
|
Rata-rata bobot sapih (xi)
|
(ekor)
|
(kg)
|
1
|
77
|
9,6
|
2
|
70
|
9,8
|
3
|
58
|
8,9
|
4
|
62
|
10,1
|
5
|
64
|
10,4
|
(Sumber: Edy Kurnianto, 2010)
Jawab:
Rata-rata tertimbang ubtuk bobot sapih kambing adalah:
(77 x 9,6) + (70 x 9,8) + (58 x 8,9) + (62 x 10,1) + (64 x 10,4)
xt = ---------------------------------------------------------------------------
77 + 70 + 58 + 62 + 64
= 9,77 kg
Untuk menghitung rata-rata tertimbang dengan menggunakan data proporsi digunakan rumus sebagai berikut:
n
Σ Pi
i=1
xp = ---------
n
Σ ni
i=1
|
Keterangan:
xp = rata-rata tertimbang
Pi = jumlah obyek penelitian pada generasi ke i sesudah mengalami proses
ni = jumlah obyek penelitian pada generasi ke i sebelum mengalami proses
Contoh soal
Pada usaha pembibitan ayam petelur dilakukan selaksi untuk meningkatka daya tetas telur selama empat generasi. Data banyaknya telur fertile, telur yang menetas, dan daya tetas tertera pada Tabel3.4. Ditanyakan berapa rata-rata daya tetas telur dari keempat generasi tersebut?
Tabel 3.4. Jumlah telur fertile, telur yang menetas, dan daya tetas
Generasi ke
|
Jumlah telur fertil
(ni) dalam butir
|
Jumlah telur yang menetas
(Mi) dalam butir
|
Daya tetas
(%)
|
1
|
420
|
398
|
0,95
|
2
|
390
|
377
|
0,97
|
3
|
410
|
402
|
0,98
|
4
|
490
|
476
|
0,97
|
(Sumber: Edy Kurnianto, 2010)
Jawab
Rata-rata daya tetas telur dari keempat generasi tersebut adalah:
398 + 377 + 402 + 476
xp = ----------------------------
420 + 390 + 410 + 490
= 97%
Tabel 3.5. Produksi telur (butir) per bulan ayam lokal Lombok di Mataram
yang dipelihara secara intensif
8
|
12
|
6
|
10
|
7
|
9
|
11
|
12
|
13
|
9
|
6
|
11
|
12
|
8
|
7
|
14
|
13
|
11
|
13
|
9
|
12
|
15
|
3
|
10
|
3
|
13
|
12
|
6
|
10
|
14
|
16
|
16
|
7
|
0
|
7
|
10
|
13
|
12
|
12
|
10
|
7
|
12
|
9
|
14
|
7
|
14
|
8
|
10
|
8
|
9
|
8
|
9
|
6
|
15
|
8
|
11
|
11
|
14
|
7
|
11
|
12
|
9
|
12
|
4
|
9
|
10
|
11
|
10
|
8
|
13
|
4
|
14
|
0
|
15
|
6
|
9
|
11
|
12
|
6
|
6
|
7
|
12
|
6
|
5
|
9
|
13
|
14
|
4
|
9
|
10
|
7
|
12
|
10
|
9
|
9
|
12
|
12
|
13
|
11
|
7
|
(Sumber: Prasetyo dan Rozy, 2007)
3.3.2. Sebaran nilai
Properti dari populasi setelah nilai tengah adalah sebaran nilai. Sebaran nilai menunjukkan keragaman nilai dari ternak-ternak sebagai anggota populasi. Contoh, dari tabel tentang produksi telur ayam pada pembahasan di atas diketahui bahwa rata-rata hitungnya adalah 9,9 butir per ekor per bulan. Adanya nilai rat-rata berarti ada nilai-nilai di bawah dan di atas dari nilai rata-rata tersebut. Adanya nilai-nilai tersebut menunjukkan adanya sebaran nilai.
1. Range
Seperti halnya pada nilai tengah, sebaran nilai juga ada beberapa macam ukuran atau cara penghitungan. Ukuran yang paling sederhana dari sebaran nilai adalah range yang merupakan perbedaan nilai antara nilai terrendah dan nilai yang tertinggi. Untuk produksi telur ayam local Lombok di Kota Mataram, rangenya adalah: 16 (terbanyak) dikurangi 0 (tersedikit) sama dengan 16 butir per ekor per bulan. Dari 100 ekor tidak ada ayam yang bertelur satu butir atau yang dua butir per bulannya. Keterangan tambahan, dengan pemeliharaan yang intensif ayam local Lombok dapat bertelur tiap bulan, sedangkan bila dipelihara secara ekstensif hanya bertelur tiga kali periode bertelur. Rata-rata bertelur tiap periode hanya 10 butir.
Data dari Tabel 3.5 dapat dibuat grafik seperti tertera pada Gambar 3.3.
Jumlah ayam (ekor)
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
15
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
v
|
|
|
|
|
14
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
v
|
|
|
|
|
13
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
v
|
|
|
v
|
|
|
|
|
12
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
v
|
|
|
v
|
|
|
|
|
11
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
v
|
|
|
v
|
|
|
|
|
10
|
|
|
|
|
|
|
|
v
|
|
v
|
v
|
|
v
|
|
|
|
|
9
|
|
|
|
|
|
|
|
v
|
|
v
|
v
|
v
|
v
|
|
|
|
|
8
|
|
|
|
|
|
|
v
|
v
|
|
v
|
v
|
v
|
v
|
v
|
|
|
|
7
|
|
|
|
|
|
|
v
|
v
|
v
|
v
|
v
|
v
|
v
|
v
|
v
|
|
|
6
|
|
|
|
|
|
|
v
|
v
|
v
|
v
|
v
|
v
|
v
|
v
|
v
|
|
|
5
|
|
|
|
|
|
|
v
|
v
|
v
|
v
|
v
|
v
|
v
|
v
|
v
|
|
|
4
|
|
|
|
|
|
|
v
|
v
|
v
|
v
|
v
|
v
|
v
|
v
|
v
|
|
|
3
|
|
|
|
|
v
|
|
v
|
v
|
v
|
v
|
v
|
v
|
v
|
v
|
v
|
v
|
|
2
|
v
|
|
|
v
|
v
|
|
v
|
v
|
v
|
v
|
v
|
v
|
v
|
v
|
v
|
v
|
v
|
1
|
v
|
|
|
v
|
v
|
v
|
v
|
v
|
v
|
v
|
v
|
v
|
v
|
v
|
v
|
v
|
v
|
|
0
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
10
|
11
|
12
|
13
|
14
|
15
|
16
|
Produksi telur (butir)
Gambar 3.3. Rata-rata produksi telur per bulan ayam local Lombok
yang dipelihara secara intensif
(Sumber: Prasetyo dan Rozy, 2007)
Gambar 3.3 walaupun tidak persis seperti bentuk bel, tetapi sudah mendekati bentuk tersebut. Makin banyak data, bentuk kurva akan semakin mirip dengan bentuk bel atau genta.
2. Kuartil
Macam sebaran populasi yang berikutnya adalah sebaran kuartil. Nilai dari sebaran kuartil adalah rata-rata dari perbedaan nilai kuartil ketiga dengan nilai kuartil yang pertama. Bila dinyatakan dalam bentuk matematika ditulis sebagai berikut:
xk = ½ (k3 – k1)
|
Keterangan:
xk = rata-rata kuartil
k3 = nilai kuartil ketiga
k1 = nilai kuartil pertama
Dari range produksi telur di atas nilai kuartil ketiga sama dengan 12 dan nilai kuartil pertama sama dengan 4. Rata-rata kuartil sama dengan ½(12 – 4), sama dengan 8 butir per ekor per bulan, lebih kecil bila dibandingkan dengan rata-rata hitung (9,9 butir per ekor per bulan).
3. Ragam
Keragaman secara statistik dilihat dari dua hal, keragaman dalam populasi dan keragaman dalam sampel (contoh). Dalam hal populasi, ragam dihitung dengan menggunakan rumus matematika sebagai berikut:
Σ (Xi - µ)2
σ2 = ------------
n
|
Keterangan:
σ2 = ragam populasi
Xi = nilai setiap individu di dalam populasi
µ = nilai tengah populasi
n = jumlah anggota / individu di dalam populasi
Pada umumnya populasi sangat besar, sehingga tidak semua anggota populasi dapat diamati/diukur. Dalam kondisi yang demikian untuk mengukur keragaman harus diambil sampel yang betul-betul dapat mewakili karakteristik dari populasi. Pengukuran ragam dalam tingkat sampel digunakan rumus sebagai berikut:
Σ (Xi - X)2
S2 = ------------
n - 1
|
Keterangan:
S2 = ragam sampel
Xi = nilai setiap individu di dalam sampel
X = nilai tengah sampel
n = jumlah anggota / individu di dalam sampel
Perbedaan rumus menghitung ragam populasi dengan sampel adalah pada simbol ragam (σ2 untuk populasi, S2 untuk sampel), nilai tengah (µ untuk populasi, X untuk sampel), dan penyebut/pembagi. Pada populasi penyebutnya cukup “n” saja, sedangkan pada sampel penyebutnya n – 1. Dalam sampel nilai yang didapat adalah nilai estimasi dari populasi sehingga ada kemungkinan salah, dengan demikian penyebutnya tidak n tetapi n – 1.
Dengan menggunakan computer ragam pada sampel dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
ΣX2 – (ΣX)2/n
S2 = ------------------
n – 1
|
Contoh penghitungan ragam dapat dilihat pada Tabel 3.6.
Penghitungan ragam sampel dengan rumus 1:
Σ (Xi - X)2 1,68 1,68
S2 = ------------ = ------- = ----- = 0,21
n – 1 9 – 1 8
Penghitungan ragam sampel dengan rumus 2:
ΣXi2 – (ΣX)2/n 304,44 – (52,2)2/9 304,44 – 302,76
S2 = ------------------ = ------------------------ = ---------------------- = 0,22
n – 1 9 – 1 8
Tabel 3.6. Cara penghitungan ragam pH daging ayam
No.
|
Xi
pH daging
|
X
Rata-rata
|
Xi – X
Simpangan
dari Rataan
|
(Xi – X )2
Kuadrat
Simpangan
|
(Xi)2
|
1
|
5,3
|
5,8
|
-0,5
|
0,25
|
28,09
|
2
|
5,5
|
5,8
|
-0,3
|
0,09
|
30,25
|
3
|
5,2
|
5,8
|
-0,6
|
0,36
|
27,04
|
4
|
5,6
|
5,8
|
-0,2
|
0,04
|
31,36
|
5
|
6,3
|
5,8
|
0,5
|
0,25
|
39,69
|
6
|
6,3
|
5,8
|
0,5
|
0,25
|
39,69
|
7
|
6,4
|
5,8
|
0,6
|
0,36
|
40,96
|
8
|
6,0
|
5,8
|
0,2
|
0,04
|
36,00
|
9
|
5,6
|
5,8
|
-0,2
|
0,04
|
31,36
|
|
52,2
|
|
0
|
1,68
|
304,44
|
ΣXi =52,2 Σ(Xi – X )2 = 1,68 ΣXi2=304,44
(Sumber: Prasetyo, 2007)
Sedikit perbedaan hasil penghitungan S2 dari kedua rumus tersebut di atas karena pembulatan dari awal penghitungan.
4. Simpangan baku
Simpangan baku (standard deviation) merupakan akar pangkat dua dari ragam. Ukuran sebaran yang satu ini banyak digunakan karena dapat menggambarkan secara jelas tentang distribusi normal dari nilai-nilai seluruh individu dalam suatu populasi.
Σ (xi - µ)2
SB = √ ------------
n - 1
|
Gambar 3.4. Kurva normal dengan keragaman yang berbeda
(Sumber: Kurnianto, 2010)
Dengan simpangan baku ini dapat dibagi-bagi daerah kurva distribusi normal.
-3 -2 -1 0 +1 +2 +3
Gambar 3.5. Pembagian daerah dalam kurva normal
(Sumber: Kurnianto, 2010)
Berdasarkan simpangan baku kurva distribusi normal dapat dibagi menjadi tiga cakupan sebaran:
1. µ + 1SB mencakup 68,26 dari total nilai sampel, terbagi di bawah rata-rata µ - 1SB = 34,13% dan ke atas rata-rata µ + 1SB = 34,13%
2. µ + 2SB mencakup 95,46% dari total nilai sampel, terbagi di bawah rata-rata µ - 2SB = 47,73% dan ke atas rata-rata µ + 2SB = 47,73%
3. µ + 3SB mencakup 99,73% dari total nilai sampel, terbagi di bawah rata-rata µ - 3SB = 49,87% dan ke atas rata-rata µ + 3SB = 49,87%
3.4. Penyebab keragaman penampilan ternak
Obyek pemuliaan ternak adalah populasi ternak, tujuannya untuk meningkatkan mutu genetik ternak, dengan istilah lain meningkatkan rata-rata kualitas produksi pada generasi berikut dari populasi tersebut. Untuk tujuan tersebut dilakukan seleksi pada anggota populasi. Anggota populasi yang bagus dipertahankan, dikembangbiakkan guna menghasilkan keturunan yang lebih baik. Seleksi ternak tidak akan dapat dilaksanakan apabila tidak ada keragaman. Pada pemuliaan ternak konvensional pelaksanaan seleksi berdasarkan pada keragaman fenotipe ternak. Keragaman fenotipe menunjukkan adanya perbedaan-perbedaan sifat tertentu yang terukur antar individu-individu ternak dalam suatu populasi.
Keragaman fenotipe antar anggota populasi tersebut disebabkan oleh faktor genetik, faktor lingkungan, dan interaksi antara faktor genetik dan faktor lingkungan. Berhubung pemahaman sifat kuantitatif berada dalam lingkup populasi maka keragaman fenotipe beserta faktor-faktor penyebabnya digambarkan dalam bentuk rumus sebagai berikut:
Keterangan:
σ2P = keragaman fenotipik / penampilan,
σ2G = keragaman genetik,
σ2L = keragaman lingkungan,
σ2GL = keragaman akibat adanya interaksi antara faktor genetik dengan faktor
lingkungan.
Keragaman fenotipik atau keragaman penampilan adalah perbedaan-perbedaan hasil pengamatan pada individu-individu ternak anggota populasi yang dilakukan dengan alat ukur untuk bobot, volume ataupun jumlah, seperti bobot badan, produksi susus, produksi telur.
Keragaman genetik dalam suatu populasi disebabkan oleh gen-gen secara sendiri atau secara berpasangan yang jumlahnya ribuan yang terbentuk atau tersusun pada masing-masing individu ternak sejak bertemunya gamet jantan dengan gamet betina. Kemiripan kandungan gen beserta pasangan gen makin tinggi dengan makin dekatnya hubungan keluarga. Namun tidak ada dua individu yang persis sama tentang bawaan macam gen ataupun susunan pasangan gen kecuali ternak kembar identik. Macam aksi gen juga menyebabkan terjadinya keragaman genetik. Aksi gen aditif menghasilkan keragaman fenotipe yang lebih banyak daripada aksi gen nonaditif.
Keragaman lingkungan meliputi semua faktor non genetik, seperti iklim/cuaca, pakan, kondisi kandang, sistem pemeliharaan, penyakit, parasit, dan sebagainya.
Interaksi genetik dengan lingkungan menggambarkan adanya perbedaan tanggap suatyu genotipe terhadap lingkungan yang berbeda. Ada empat tipe interaksi genetik dengan lingkungan:
1. Perbedaan lingkungan kecil perbedaan genetik kecil
2. Perbedaan lingkungan kecil perbedaan genetik besar
3. Perbedaan lingkungan besar perbedaan genetik kecil
4. Perbedaan lingkungan besar perbedaan besar kecil
Gambar 3.6. Interaksi genetik dengan lingkungan. α perbedaan karena
faktor genetik, β perbedaan karena interaksi faktor genetik
dengan faktor lingkungan
Secara grafis interaksi genetik dengan lingkungan dapat disajikan pada Gambar 3.6. Dari Gambar 3.6 Bangsa sapi A ada perbedaan genetik dengan Bangsa sapi B, tetapi tidak ada interaksi genetik dengan lingkungan; Bangsa sapi C ada perbedaan genetik dengan Bangsa sapi A dan Bangsa sapi B, juga ada interaksi antara genetik dengan lingkungan.
Contoh, bangsa sapi Friessian Holstein (FH) yang memiliki potensi produksi susu yang tinggi yang habitatnya di daerah empat musim akan turun produksinya bila dipindahkan ke daerah yang beriklim tropis, misal Indonesia. Hal tersebut disebabkan ketidakmampuan sapi FH untuk beradaptasi dengan lingkungan panas. Sapi-sapi Bos Taurus memiliki kelenjar keringat yang jumlahnya lebih sedikit dari sapi-sapi tropis, sehingga mengalami kesulitan dalam membuang panas tubuh.
Rangkuman
Sifat ternak dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu sifat kualitatif dan kuantitatif. Sifat-sifat tersebut ditentukan oleh aksi gen aditif, aksi gen non aditif atau oleh dua-duanya. Sifat kualitatif umumnya hanya ditentukan oleh satu pasang atau beberapa pasang gen non aditif, sedangkan sifat kuantitatif ditentukan oleh beberapa hingga banyak aksi gen aditif. Populasi ternak terdiri atas anggota populasi yang berupa individu-individu ternak. Masing-masing individu ternak memiliki nilai genetik yang dikenal dengan nama nilai pemuliaan. Nilai ini diestimasi berdasarkan penampilan individu ternak. Ada tiga cara untuk mengestimasi nilai pemuliaan ternak. Cara pertama dengan melakukan pengukuran tunggal pada ternak yang akan dievaluasi. Cara kedua, dengan melakukan pengukuran berulang atas dirinya. Cara ketiga, dengan melakukanpengukuran anak-anak keturunannya. Sebelum seleksi untuk meningkatkan penampilan suatu populasi ternak perlu terlebih dahulu dilakukan pengamatan tentang populasi tersebut. Dari populasi tersebut perlu diketahui tentang rata-rata penampilan dari populasi serta keragaman penampilannya. Keragaman genetik, keragaman lingkungan, serta interaksi antara keduanya menyebabkan adanya keragaman penampilan.
Soal/Latihan
1. Macam sifat ternak dapat digolongkan menjadi dua kategori, yaitu sifat kualitatif dan sifat kuantitatif. Jelaskan secara singkat keunikan dari kedua macam sifat tersebut!
2. Dalam program seleksi untuk meningkatkan produksi ternak untuk memilih ternak-ternak yang akan dikembangbiakkan guna menghasilkan generasi yang lebih baik didasarkan atas nilai pemuliaan ternak. Jelaskan secara tentang pengertian nilai pemuliaan ternak!
3. Ada tiga macam cara untuk mengestimasi nilai pemuliaan ternak.
a. Sebutkan ketiga macam cara tersebut!
b. Jelaskan secara singkat masing-masing cara pengestimasian nilai pemuliaan ternak!
4. Sebelum seleksi untuk meningkatkan produksi dilaksanakan dalam suatu populasi atau kelompok ternak, perlu terlebih dahulu diketahui rataan dan keragaman dari sifat yang akan ditingkatkan produksinya. Mengapa harus demikian?
5. Di dalam setiap populasi ternak atau kelompok ternak penampilan atau fenotipe dari sifat ternak selalu beragam. Apa penyebab terjadinya keragaman fenotipe tersebut?
6. Dengan menggunakan data Tabel 3.5 hitung berapa rata-rata dan simpangan baku produksi telur per bulan dari ayam kampung Lombok yang dipelihara secara intensif?
Pustaka
Dowdy, S. and S. Wearden. 1983. Statistics for Research. John Wiley & Sons. New York – Chichester – Brisbane – Toronto – Singapore.
Falconer, D.S. 1981. Introduction to quantitative genetiks. 2nd edition. Longman
Group (FE) Ltd. Hong Kong
Lasley, F.J. 1978. Genetiks of livestock improvement. Prentice Hall. Inc. Englewood
Cliffs. USA.
Noor, R.R. 1996. Genetika ternak. PT. Penebar Swadaya. Jakarta.
Prasetyo, S. 1973. Keadaan berat badan ternak sapi Bali yang akan diekspor asal Lombok Barat dan Lombok Timur di holding ground Gegutu – Rembiga. Skripsi Sarjana. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Prasetyo, S. 2007. Peningkatan produksi ayam lokal Lombok untuk bahan baku ayam Taliwang dan untuk pelestarian plasma nutfah di P. Lombok
Prasetyo, S dan T. Rozy. 2007. Performan produksi telur ayam lokal Lombok pada sistem pemeliharaan intensif. Laporan Penelitian. Lembaga Penelitian Unram.
Sokal, R.R. & F.J. Rohlf. 1969. Biometry. The principles and practice of statistics in biological research. W.H. Freeman & Company. San Fransico.
Daftar istilah
Populasi ternak = suatu kumpulan ternak yang memiliki ciri yang sama, yang berada pada suatu tempat atau wilayah tertentu.
Sifat (trait) = porperti yang dimiliki oleh ternak baik yang dapat dibedakan secara jelas antara ternak yang satu dengan yang lain atau yang harus diukur terlebih dahulu.
Polimorfisme = keragaman genetik.
Variable yang menerus (continuous variabels) = angka yang tidak terbatas diantara dua nilai yang tetap, misal diantara nilai 1,5 dengan 1,6 ada angka-angka yang cukup banyak; ada angka 1,51 atau angka 1,5125 dan seterusnya.
Breeding value = kemampuan genetik seekor ternak.
Gamet = sel kelamin, pada ternak jantan disebut spermatozoa, pada ternak betina disebut telur.
Konversi pakan = bobot pakan yang dikonsumsi per satuan penambahan bobot badan.