HASIL DAN PEMBAHASAN
Ternak sapi perah memegang peranan penting dalam penyediaan gizi bagi masyarakat. Produk utama yang dihasilkan dari ternak sapi perah adalah susu. Selain itu kualitas susu tergantung dari lingkungan pemerahan. Pemerahan susu pada sapi perah memiliki prospek yang pelu diperhatiakan sebagai contoh adalah kebersihan alat, sapi dan lantai kandang. Kandang yang baik didalam pemeliharaan sapi perah memiliki kemiringan 20 C. memberihkan kandang sapi perah harus sesui dangan pedoman peternak.
4.1. Kondisi Umum
Sapi perah yang ada di Fapet Farm diantaranya memiliki ciri-ciri yaitu warana bulu hitam dengan putih disekitar badan, badan langsing, dan mempunyai tanduk yang melingkar kedepan Hal ini sesuai dengan pendapat Abidin (2002), menyatakan sapi PFH betina dilahirkan dengan warna bulu putih kecokelatan dan abu-abu. Setelah dewasa warna cokelat berubah jadi hitam gelap, jantan berubah menjadi hitam putih.
Pemeliharaan ternak sapi di Fapet Farm Universitas Jambi bersifat intensif. Ternak sapi tersebut dipelihara dengan cara ditempatkan pada kandang. Jenis rumput yang diberikan pada ternak sapi di Fapet Darm adalah rumput Gajah, rumput Raja, dan rumput Alam, pemberian dengan cara di potong-potong terlebih dahulu sebelum diberikan keternak, guna pemotongan pakan ini adalah supaya ternak mudah mengkonsumsinya. Pakan yang diberikan pada ternak sapi yang ada di Fapet Farm ini sebenarnya kurang tepat untuk menghasilkan bobot badan yang tinggi dalam waktu yang singkat (penggemukan), karena hanya terdiri dari satu bahan makanan saja yaitu hijauan, tanpa adanya pakan penguat seperti konsentrat yang dapat mempercepat proses penggemukan sapi. Pemberian pakan ternak sapi harus diberikan secara kontinu sepanjang waktu, sebab pemberian pakan yang tidakteratur dapat menimbulkan hambatan pertumbuhan. (Aksi Agribisnis Kanisius, 2008).
Sapi perah ini merupakan sapi yang sangat jinak dikarenakan oleh sapi ini sering diperah sehingga sapi ini tidak merasa ketakutan apabila berhadapan langsung dengan manusia akan tetapi sapi perah ini mudah mengalami stres apabila pemelihraannya tidak sesuai. Apabila ternak mengalami stres maka produksinya turun secara drastis dan mudah sekali terserang penyakit (Djarijah, 2006).
Setiap bangsa sapi mempunyai kemampuan yang berbeda-beda dalam hal produksi susu dan kadar lemak susu. Berdasarkan produksi susu (volume produksi) secara berurutan dari produksi yang paling tinggi sampai yang paling rendah adalah Fries Hollands, Brown Swiss, Red Polled, Ayrshire, Guernsey, Red Danish, Jersey, dan Milking Shorthorn. Berdasarkan kadar lemak secara berurutan dari yang paling tinggi sampai yang paling rendah yaitu Jersey, Guernsey, Red Danish, Ayrshire, Brown Swiss, Milking Shorthorn, Red Polled, dan Fries Hollands, sedangkan untuk jumlah produksi lemak yang dihasilkan secara berurutan antara lain Fries Holland, Brown Swiss, Jersey, Guernsey, Ayrshire, Red Danish, Red Polled, dan Milking Shorthorn (Makin, 2011).
Sapi perah asli tropika menurut Murti (2007), terdiri dari sapi Damaskus, sapi Gir, sapi Ongole, dan sapi Sahiwal. Sapi perah asal subtropika terdiri dari sapi Friesian Holstein (FH), sapi Jersey, Guernsey, Ayrshire, dan sapi Brown Swiss. Sapi perah hasil persilangan yaitu sapi Australian Friesian Sahiwal (AFS), sapi Australian Milking Zebu (AMZ), sapi Jamaica Hope (JH), dan Karan Swiss. Sapi Damaskus berukuran sedang dengan tubuh tipis, warna kulit tubuh cerah kemerahan sampai coklat tua, produksi susu antara 1500 sampai 3000 kg per 200 sampai 300 hari laktasi. Sapi Gir berwarna putih dengan bintik merah gelap atau coklat merata ditubuh, menghasilkan susu sebanyak 1200 sampai 1800 kg per laktasi selama 240 sampai 380 hari. Sapi Ongole dikenal sebagai ternak pekerja namun juga dapat menghasilkan susu sampai 1500 kg per laktasi selama 300 sampai 330 hari. Sapi Sahiwal berwarna merah pucat kadang ada garis putih, produksi susu antara 1400 sampai 2500 kg per laktasi.
Sapi Jersey berwarna coklat, susu berwarna kuning karena kandungan karotennya tinggi serta presentase lemak dan bahan padatnya juga tinggi. Sapi Guernsey berwarna coklat muda dengan totol-totol putih yang nampak jelas. Sapi Guernsey produksi susu dengan warna kuning yang mencerminkan kadar karoten yang tinggi (karoten adalah pembentuk atau prekursor vitamin A). Sapi Ayrshire memiliki pola warna yang bervariasi dari merah dan putih sampai warna mahagoni dan putih. Sapi Brown Swiss memiliki warna yang bervariasi mulai dari coklat muda sampai coklat gelap.Sapi ini dikembangkan untuk tujuan produksi keju dan daging, serta produksi susunya dalam jumlah besar dengan kandungan bahan padat dan lemak yang relatif tinggi (Blakely dan Bade, 2008).
4.2. Management Pemeliharaan Kandang
Kandang pedet diketahui panjang kandang 12,21 m, lebar 4,65 m, tinggi 3 m, panjang tempat pakan 55 cm, lebar 27 cm, dan tinggi 25 cm. Menurut Soetarno (2004), ukuran kandang individu (pedet ) adalah lebar 100 cm, panjang 200 cm, dan tinggi 125 cm. Masing-masing diberi rak kecil untuk tempat pakan denan ukuran lebar 20 cm, panjang 25 cm, dan tinggi 15 cm.
Kandang sapi dara mempunyai ukuran panjang 1050 cm, lebar 780 cm dan tinggi 265 cm sedangkan tempat pakannya mempuyai ukuran panjang 85 cm, lebar 6 cm dan tinggi 45 cm. Kandang sapi dara dapat menggunakan dengan kandang laktasi individu. Kandang sapi terdiri dari dua macam yaitu kandang tambat dan bebas. Kandang tambat yaitu sapi-sapi ditambatkan pada suatu tonggak yang berada di dalam kandang dan umumnya dilengkapi dengan tempat makan dan minum serta pembuangan air buangan dan temapt penampungan kotoran. Kandang bebas yaitu sapi dapat gerak bebas ke tempat istirahat, ke tampat makan dan tempat pemerahan. Kandang ini terdiri dari beberapa unit yaitu untuk makan, minum, jalan-jalan, tempat istirahat, tempat penyimpanan bantalan tidur dan tempat pemerahan (Soeparjo, 2004).
Menurut Siregar (2002), ketentuan-ketentuan dan ukuran-ukuran kandang sapi perah induk adalah panjang dan lebar untuk satu tempat sapi perah induk masing-masing adalah 160 cm dan 135 cm, panjang tempat ransum 95 cm dan lebarnya 50 cm dengan kedalaman 40 cm, panjang tempat air minum 40 cm, lebar 50 cm dan kedalaman 40 cm dan kemiringan lantai kandang 0,5%. Kandang untuk sapi dewasa pada umumnya adalah kandang konvensional, sehingga setiap induk akan memperoleh ruangan dengan ukuran yang sama, panjang 175 cm dan lebar 120 cm serta dilengkapi tempat makan dan minum, masing-masing ukuran 80×50 cm dan 50×40 cm.
Kandang sapi jantan mempunyai ukuran panjang 1068 cm, lebar 515 cm dan tinggi 293 cm sedangkan tempat pakan mempunyai ukuran panjang 85 cm, lebar 60 cm dan tinggi 45 cm serta kemiringan kandang 1,2%. Sapi-sapi jantan memerlukan yang luas dan kuat, selain itu perlu dilengkapi tempat exercise yang dipagar kuat (Soeparjo, 2004).
Pada pemeliharaan secara internsif sapi-sapi dikandangkan sehingga peternak mudah mengawasinya, sementara pemeliharaanya secara pengawasannya sulit dilakukan karena sapi-sapi yang dipelihara dibiarkan hidup bebas. Sapi perah yang dipelihara dalam naungan (ruangan) memiliki konsepsi produksi yang lebih tingi (19 %) dan produksi susunya 11 % banyak daripada tanpa naungan . bibit yang sakit segera diobati karena dan bibit yang menjelang beranak dekeringkandangkan selama 1-2 bulan.
Penimbangan dilakukan sejak sapi pedet hingga usia dewasa. Sapi pedet ditimbang seminggu seklai sementara sapai dewasa ditimbang setiap bulan atau 3 bulan sekali. Sapi yang baru disapih ditimbang sebulan sekali. Sapi dewasa dapat ditimbang dengan melakukan teksiran pengukuran berdasarkan lingkar dan lebar dada,panjang badan dan tinggi pundak.
Berdasarkan praktikum, panjang tempat pakan 85 cm, lebar tempat pakan 60 cm, tinggi tempat pakan 45 cm, panjang kandang 22,56 m, lebar kandang 5,05 m, tinggi kandang 292 cm. Menurut Soetarno (2003), tinggi kandang sekurang- kurangnya 225 cm, tinggi wuwungan 100 cm, tinggi tritis minimal 200 cm dari permukaan lantai. Tempat pakan dan minum penjangnya sekitar 1,5 m (tempat pakan 1 m dan tempat minum 0,5 m) dan lebarnya masing-masing 0,5 m, tinggi bagian belakang 1 m. Berdasarkan uraian diatas maka dapat diaktakan kondisi kandang berada dalam keadaan baik.
Ternak dimandikan 2 hari sekali. Seluruh sapi induk dimandikan setiap hari setelah kandang dibersihkan dan sebelum pemerahan susu. Kandang harus dibersihkan setiap hari, kotoran kandang ditempatkan pada penampungan khusus sehingga dapat diolah menjadi pupuk. Setelah kandang dibersihkan , sebaiknya lantainya diberi tilam sebagai alas lantai yang umumnya terbuat dari jerami atau sisa-sisa pakan hijauan (seminggu sekali tila, tersebut harus dibongkar.
Pembersihan kandang sendiri dilakukan disesuaikan dengan keadaan musim. Musim penghujan tentu saja air melimpah namun di sisi lain penyakit juga banyak. Jauh bedanya dengan pembersihan kandang pada musim kemarau selain factor air sebagai permasalah factor lain juga tak kalah penting yaitu factor kotoran ternak yang banyak. Kandang harus dibersihkan setiap hari secara teratur terutama lantai kandang, bak pakan dan bak minum. Sapi perah yang sedang laktasi memerlukan tingkat kebersihan yang lebih baik agar air susu yang dihasilkan mempunyai kualitas yang baik pula. Terutama pada waktu akan mengadakan pemerahan, kandang dan peralatan harus dibersihkan terlebih dahulu sebab air susu mudah sekali menyerap bau-bauan. Oleh karena itu diperlukan air yang cukup banyak untuk penyediaan air minum, memandikan sapi, membersihkan kandang, dan peralatan persusuan (Ginting, 2008).
Kebersihan lingkungan adalah faktor utama dalam peternakan sapi perah, bahkan pembibtan (breeding farm) harus bebas dari penyakit hewan menular. Hal tersebut tentunya untuk menjamin kualitas bibit yang dihasilkan dan mencegah bibit menjadi carrier dari penyakit tertentu apabila disebarkan ke pengguna bibit(Gunawan, 2001).
Lantai sebagai tempat berpijak dan berbaring sapi sepanjang waktu harus benar-benar memenuhi syarat: keras (dalam arti tahan injak), rata, tidak licin, tidak mudah menjadi lembab. Lantai yang memenuhi syarat akan menjamin kehidupan sehingga proses fisis biologis seperti memamah-biak, bernafas dan lain sebagainya akan berjalan dengan normal. Lantai yang rata dan tidak tajam akan membuat sapi dapat berdiri tegak, berbaring secara bebas, dan nyaman. Lantai yang kasar atau tajam dapat menimbulkan kulit menjadi lecet sehingga mudah dimasuki organisme atau kuman ke dalam tubuh sapi (Kusnadi, 2006).
Sebaliknya, lantai yang licin dapat menyebabkan sapi mudah tergelincir. Lantai yang selalu lembab dan becek dapat mengganggu pernafasan sapi dan menjadi sarang kuman. Supaya air mudah mengalir atau kering, lantai kandang harus diupayakan miring. Kemiringan lantai kandang 2-3 cm. Kandang ternak memiliki peranan yang sangat penting didalam usaha pengolahan ternak perah. Dengan adanya kandang pengaruh lingkungan yang kurang menguntungkan bagi peternakan sedikitnya dapat denetralisir melalui konstruksi kandang yang tepat. Konstruksi kandang yang baik tidak akan ada manfaatnya jika kandang tersebut tidak pernah dibersihkan baik kesehatan ternak maupun kesehatan pengelolaannya (Levine, 2000).
Sudah disebutkan pula bahwa susu sangat mudah menyerap bau-bauan maupun bahan kimia. Untuk hal ini lah kebersihan lingkungan sangat diperhatikan, khususnya kebersiahn kandang. Mengingat pentingnya arti kebersihan kandang terhadap produksi susu yang dihasilkan, maka kebersihan kandang itu perlu diketahui koleh mahasiswa peternakan(Rasyaf, 2004).
Pembersihan kandang tentunya memiliki peran yang sangat mendasar sebelum pelaksanakan aktifitas ternak tidak tutup kemungkinan adalah proses pemerahan susu sapi. Kualitas dan kuantitas hasil dari pemerahan tergantung dari lingkungan kandang tersebut. Semakin bersih kandang maka hasil dan kualitas tetap terjaga, namun jika sebaliknya akan menghasilkan susu yang berkulitas jelek dan cepat tercemar (Soetarno, 2000).
Didalam pembersihan kandang tentunya harus memiliki prospek didalam membersihkan lantai kandang dalam hal ini hasil dari pembersihan. Didalam praktikum ini factor utama yang paling utama adalah pembersihan parit kandang (selokan), dinding kandang, lantai kandang, tempat pakan, tempat minum, dan tempat konsetrat. Licinnya kandang dan bau adalah factor dari urin dan feses sapi yang dihinggapi lalat. Kunci utama yang sulit terpisah dari praktikum ini adalah factor pendukung lainnya seperti sumber air, cangkul, sekop, sapu lidi, sikat, dan sebagainya (Sugeng, 2001).
Model kandang sapi perah di fapet farm adalah model kandang terbuka dibangun dengan tujuan agar sirkulasi udara dalam kandang dapat berjalan dengan baik. Hal ini sesuai dengan pernyataan Abidin (2002) bahwa fungsi ventilasi adalah sebagai tempat aliran udara yang berguna memberikan suplai oksigen untuk kebutuhan pernapasan ternak sekaligus mengusir karbon dioksida dan ammonia keluar kandang. Atap kandang sapi perah di Farm Fakultas Peternakan Universitas Jambi terbuat dari asbes yang berfungsi melindungi sapi dari air hujan dan terik matahari serta menyerap panas, sedangkan sistem atapnya adalah sistem atap monitor yang berfungsi menjaga agar keadaan udara di dalam kandang tetap stabil.
4.3 Manajemen Pemeliharaan
Perawatan ini meliputi sanitasi kandang dan sapi itu sendiri, yaitu dengan membersihkan kandang dari kotoran dan memandikan sapi. Hal ini bertujuan agar saat pemerahan lemak susu tidak menyerap bau dari kotoran dan susu yang dihasilkan tidak tercemari oleh kotoran yang melekat pada sapi baik debu maupun rambut yang rontok. Perawatan lain adalah pemberian pakan, tujuannya agar produksi tidak turun dengan tajam. Pakan yang diberikan terdiri dari hijauan (rumput gajah) dan konsentrat. Pemberian hijauan adalah 3% dari berat badan. Menurut Tillman (20033), pemberian pakan untuk sapi laktasi pada pagi dan sore dengan berat badan 350 sampai 400 Kg adalah 7,8 sampai 10 Kg berat kering dan pemberian pakannya harus dalam waktu yang sama.
Perawatan sapi jantan meliputi sanitasi kandang tersebut, dan dalam segi pakan. Kandang sapi perah jantan harus selalu bersih, supaya sapi tidak mudah terserang penyakit. Pakan yang diberikan juga harus sesuai dengan kebutuhan sapi. Manajemen perawatan sapi pejantan yang baik ini dapat menghasilkan pejantan unggul sehingga dapat dikawinkan dengan betinanya dan menghasilkan bibit atau anakan yang baik (Kamal, 2004).
Pemeliharaan ternak sapi, salah satu penghambat yang sering dihadapi adalah penyakit, bahkan tidak jarang peternak mengalami kerugian dan tidak lagi beternak akibat adanya kematian pada ternaknya. Secara umum penyakit hewan adalah segala sesuatu yang menyebabkan hewan menjadi tidak sehat. Hewan sehat adalah hewan yang tidak sakit dengan ciri-ciri bebas dari penyakit yang bersifat menular atau tidak menular; tidak mengandung bahan-bahan yang merugikan manusia sebagai konsumen; dan mampu berproduksi secara optimum. Berdasarkan praktikum ini ditemukan sapi yang terkena penyakit diantaranya mastitis dan diare. Berikut beberapa jenis penyakit pada sapi perah dan sapi potong serta penanganannya. ( Kamal, 2004).
Mastitis atau radang ambing merupakan penyakit terpenting pada sapi perah, tidak hanya di Indonesia namun juga di dunia. Mastitis merupakan peradangan kelenjar susu yang disertai dengan perubahan fisik, kimiawi dan mikrobiologi. Secara fisis pada air susu sapi penderita mastitis klinis terjadi perubahan warna, bau, rasa dan konsistensi. Mastitis dipengaruhi oleh interaksi 3 faktor yaitu ternak itu sendiri, mikroorganisme penyebab mastitis dan faktor lingkungan (Murti, 2007).
Menurut para ahli penyebab utama mastitis adalah kuman Streptococcus agalactiae, Streptococcus dysagalactae, Streptococcus uberis, Stafilococcus aureusdan Koliform. Faktor lingkungan, terutama sanitasi dan higienis lingkungan kandang tempat pemeliharaan, posisi dan keadaan lantai, sistem pembuangan kotoran, sistem pemerahan, iklim, serta peternak itu sendiri dan alat yang ada. Gejala klinis mastitis nampak adanya perubahan pada ambing maupun air susu. Misalnya bentuk yang asimetri, bengkak, ada luka, rasa sakit apabila ambing dipegang, sampai nantinya mengeras tidak lagi menghasilkan air susu jika sudah terjadi pembentukan jaringan ikat. Air susu sendiri terjadi perubahan bentuk fisik maupun kimiawi (Frandson, 2002).
Usaha untuk mengatasi mastitis sebaiknya ditekankan pada usaha pencegahan. Memperhatikan faktor-faktor predisposisi dan melakukan sanitasi secara teratur dan benar baik terutama terhadap kandang dan peralatan serta memperhatikan kesehatan pekerja khususnya pemerah. Kebersihan kandang, kebersihan sapi, jumlah sapi dalam kandang, cara pemberian air susu pada pedet, metode pemerahan, pemberian desinfektan pada puting setelah pemerahan merupakan sebagaian masalah yang belum dapat diatasi oleh peternak kita. Pengobatan dilakukan dengan memperhatikan jenis antibiotika, jumlah yang digunakan, aplikasinya. Antibiotika ada yang bersifat long acting maupun jangka pendek, begitu juga cara pemberiannya. Beberapa antibiotika yang biasa digunakan antara lain Penisilin, Streptomisin, Ampisilin, kloksasilin, neomisin, oksitetrasiklin, tetrasiklin (Siregar, 2002).
Penyakit diare atau mencret sering terjadi terutama pada musim penghujan. Penyebab diare antara lain mikroorganisme yang mencemari kandang, karena kandang kurang bersih, becek, ventilasi kurang baik dan lain-lainnya. Kadang-kadang pemberian pakan yang tidak teratur dan cacingan juga menjadi penyebab diare. Cara mengatasinya adalah memperhatikan hal-hal tersebut di atas. Pengobatan dapat dilakukan secara sementara dengan obat tradisional misalnya daun jambu biji. Jika mencret terus menerus upayakan setidaknya ternak mendapatkan minum (tambahkan gula dan garam) sebagai pengganti cairan tubuh (Siregar, 2002).
4.4. Manajemen Pemberian Pakan
Pemberian pakan ternak sapi harus diberikan secara kontinu sepanjang waktu, sebab pemberian pakan yang tidakteratur dapat penimbulkan hambatan pertumbuhan. Pakan sapi terdiri dari hijauan sebanyak 60% (Hijauan yang berupa jerami padi, pucuk daun tebu, lamtoro, rumput gajah, rumput benggala atau rumput raja, daun jagung, daun ubi dan daun kacang-kacangan) dan konsentrat (40%). Umumnya pakan diberikan dua kali perhari pada pagi dan sore hari. Konsentrat diberikan sebelum pemerahan sedangkan rumput diberikan setelah pemerahan. . Hijauan diberikan siang hari setelah pemerahan sebanyak 30-50 kg/ekor/hari.
Pemberian pakan pada sapi perah dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu system penggembalaan, system perkandangan atau intensif dan system kombinasi keduanya. Pemberian jumlah pakan berdasarkan periode sapi seperti anak sapi sampai sapi dara, periode bunting, periode kering kandang dan laktasi. Pada anak sapi pemberian konsentrat lebih tinggi daripada rumput. Pakan berupa rumput bagi sapi dewasa umumnya diberikan sebanyak 10% dari bobot badan (BB) dan pakan tambahan sebanyak 1-2% dari BB (Sugeng, 2001).
Sapi yang sedang menyusui (laktasi) memerlukan makanan tambahan sebesar 25% hijauan dan konsentrat dalam ransumnya. Hijauan yang berupa rumput segar sebaiknya ditambah dengan jenis kacang-kacangan (legum).
Sumber karbohidrat berupa dedak halus atau bekatul, ampas tahu, gaplek, dan bungkil kelapa serta mineral (sebagai penguat) yang berupa garam dapur, kapur, dll. Pemberian pakan konsentrat sebaiknya diberikan pada pagi hari dan sore hari sebelum sapi diperah sebanyak 1-2 kg/ekor/hari. Selain makanan, sapi harus diberi air minum sebanyak 10% dari berat badan perhari.
Pemeliharaan utama adalah pemberian pakan yang cukup dan berkualitas, serta menjaga kebersihan kandang dan kesehatan ternak yang dipelihara. Pemberian pakan secara intensif dikombinasikan dengan penggembalaan Di awal musim kemarau, setiap hari sapi digembalakan. Di musim hujan sapi dikandangkan dan pakan diberikan menurut jatah (Suwarsono, 2002).
Pakan untuk ternak sapi perah yang berasal dari hijauan dapat berupa rumput seperti rumput gajah, kolonjono, dan dapat berupa legum yaitu sejenis dengan rendeng, lamtoro, daun turi yang merupakan sumber proteinyang penting, selain itu hijauan dapat berupa daun-daun seperti daun pisang, nangka, cemara, waru, yang kandungan patinya cukup, sedangkan dari konsentrat dapat berupa tepung tulang, NaCl, mineral Cu, P. Hewan minum memerlukan air. Hewan ternak memperoleh air minum dari air yang disediakan dan air yang terkandung dalam pakan serta air metabolik (Soetarno, 2004).
Menurut penjelasan dari Soetarno (2004) untuk memproduksi 1 Kg susu dibutuhkan 4 sampai 5 Kg air, selanjutnya sapi perah akan mengkonsumsi air lebih banyak bila diberikan secara bebas. Pakan sapi harus memenuhi hidup pokok, pertumbuhan fetus dan produksi susu (bagi yang sedang laktasi). Pakan yang baik harus cukup mengandung karbohidrat, protein, lemak vitamin, mineral dan air susu. Defisiensi Ca pada ternak sapi perah menyebabkan milk fever (demam susu). Komposisi nutrien dan hijauan terdiri dari protein kasar 8,94%, energi 1,29 Mcal/Kg, mineral yaitu Ca 0,70% dan P 0, 38%. Komposisi konsentrat terdiri dari 16,15% PK, 1,96% Mcal/Kg energi dan mineral yaitu 0,34% dan P 0,36%.
Pemberian rumput dipotong tidak lebih dari 5 cm, akan tetap merangsang proses ruminansia, tetapi jika dipotong terlalu pendek akan mengurangi proses ruminansia dan akan berakibat kembung. Rumput diberikan sedikit demi sedikit, semakin besar semakin banyak tetapi sebelum 6 bulan tidak diperkenankan makan rumput lebih dari 5 Kg per hari. Hal ini untuk menghindari jangan samapai anak sapi perutnya besar tetapi badannya kurus, keadaan in disebut perut rumput atau patbelly (Tillman, 2003).
4.5 Pemerahan
Proses pemerahan ada 3 tahap yaitu persiapan, pelaksanaan, dan penyelesaian. Tahap persiapan yaitu disiapkan lingkungan pemerahan yang bebas dari kondisi yang dapat, menyebabkan stres, pemerahan dilakukan di tempat yang bersih, beratap, dan berlantai semen lalu ambing dan tangan pemerah harus dicuci sebelum pemerahan, semua peralatan pemerahan harus disiapkan, apabila ada sapi yang terkena mastitis harus diperah paling akhir untuk menghindari penularan pada sapi sehat. Tahap pelaksanaan pemerahan yaitu apabila putingnya silindris pemerahan dengan 5 jari, apabila membutuhkan pelicin menggunakan vaselin putih, selama diperah sapi tidak perlu diberi pakan agar sapi tenang, lama pemerahan diselesaikan dalam waktu 7 menit karena pengaruh sekresi oksitosin sangat singkat. Tahap penyelesaian pemerahan : setelah pemerahan selesai, ambing dan lantai dicuci dengan air sampai bersih, dilakukan deeping, susu ditakar dan dicatat, alat penampung susu harus dibersihkan dengan baik dan dikeringkan dengan meletakkan posisi terbalik.
Ambing sapi terdiri dari empat bagian. Kulit ambing ditutupi rambut halus tetapi puting sama sekali tidak tertutup rambut. Tiap bagian itu dilihat dari segi jaringan kelenjarnya, merupakan kesatuan yang terpisah. Separuh bagian kanan dan separuh bagian kiri, masing-masing satu kuarter (seperempat bagian) cranial ambing (depan) dan satu kuarter caudal ambing (belakang), dan masing-masing bagian tersebut lebih kurang merupakan kesatuan sendiri-sendiri. Separuh bagian ambing yang satu tidak tergantung pada separuh bagian ambing yang lain, khususnya dalam hal suplai darah, saraf dan aparatus suspensoris (Frandson, 2002).
Keluarnya air susu dipengaruhi oleh hormon oxytocin. Hormon Oxitocinmempengaruhi sel-sel epitel otot (myoepithekium) dan menyebabakan kontraksi pada sel-sel tersebut. Ambing kencang dan menurunkan susu (Let Down of Milk) disebabkan oleh kontraksi di atas. Hormon tersebut dikeluarkan ke dalam peredaran darah apabila ada rangsangan-rangsangan yang diterima oleh hewan dari petugas perah (Blakely dan Bade, 2008).
Ambing terdiri dari bagian-bagian kecil dari jaringan sekretorik yang tersusun dari alveoli. Sejumlah alveoli bergabung menjadi satu oleh satu saluran dan terbungkus oleh jaringan ikat membentuk satu lobulus. Sejumlah lobulus bergabung menjadi satu membentuk lobus, diantaranya jaringan sekretorik terdapat jaringan ikat. Jaringan ikat ambing lebih banyak dibandingkan jaringan sekretorik, ambing tersebut adalah ambing daging, jika sebaliknya disebut ambing (Prihadi, 2007).
KESIMPULAN DAN SARAN
5.2. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari praktikum ini dapat disimpulkan bahwa Salah satu cara untuk menjaga kesehatan ternak adalah dengan mengontrol dan mengatur tata laksana kesehatan ternak, antara lain dengan pemeriksan kesehatan ternak melalui pengamatan tingkah laku ternak, pemeriksaan fisik tubuh ternak dan pemeriksaan kondisi fisiologis ternak. Ternak sehat adalah ternak yang tidak terjadi penyimpangan dari kondisi normalnya. Ciri-ciri hewan sehat antara lain gerakan aktif, sikapnya sigap, selalu sadar dan tanggap terhadap perubahan situasi sekitar yang mencurigakan.
5.2. Saran
Setelah melaksanakan praktikum ini penulis menyarankan agar praktikum selanjutnya lebih baik lagi dari pada praktikum sebelumnya, selain itu mahasiswa dapat menjaga kedisiplinan dan menciptakan kerja sama yang baik terhadap sesama praktikan, sehingga proses pelaksanaan praktikum dapat berjalan dengan lancar dan bai
DAFTAR PUSTAKA
Abidin. 2002. Pemerahan, Satu Faktor Penentu Jumlah Air Susu. Swadaya Peternakan Indonesia, (42) 1988: 23-24.
Aksi Agribisnis Kanisius. 2008. PetunujukBeternak-Beternak Sapi Potong, Perah
dan Kerja. Kanisius. Yogyakarta
Affendi. 2002. Beternak Sapi Perah. Penerbit. Kanisus. Yogyakarta.
Anwar. 2007. Ternak Kambing dan Domba. Gramedia. Jakarta.
Burn. 2004. Ilmu Kebidanan pada Ternak Sapi dan Kerbau. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.
Bath et al. 2005. Ilmu Produksi Ternak. Fapet.I.P.B. Bogor.
Blakely dan bade. 2008. Cara Beternak Perah. ITB. Bandung.
Djarijah, Abbas S. 2006. Usaha Ternak Sapi. Yogyakarta, Kanisius. 43 hal.
Fibrianto. 2008. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Gadjah Madha University Press. Yogyakarta.
Frandson,D.R. 2002. Anatomi Dan Fisiologi Ternak. UGM Press. Yogyakarta
Gregorius. 2008. Kimia dan Teknologi Pengolahan Air Susu. Andi Offset. Yogyakarta.
Ginting, Eliezer. 2008. Bimbingan dan Penyuluhan Usaha Sapi Perah. UGM Press. Yogyakarta
Gunawan. 2001. Produksi Ternak Perah. Bumi Aksara. Jakarta.
Iskandar. 2001. Ternak Ruminansia. Penebar Swadaya. Jakarta.
Kusnadi. 2006. Beternak Sapi Perah. Penebar Swadaya. Jakarta.
Levine ND. 2000. Parasitologi Veteriner. Yogjakarta UGM Press.
Makin. 2011. Pembudidayaan Ternak Perah . Cv. Yasaguna. Jakarta.
Murti. 2007. Mikrobiologi Pangan . PT. Gramedia Pangan Utama. Jakarta.
Mazer. 2005. Cara Beternak Kambing. ITB. Bandung.
Soetarno. 2000. Petunjuk Cara-Cara Penggunaan Obat-Obatan Ternak.
Samarinda, Dinas Peternakan Kalimantan Timur. 12 hal.
Sugeng. 2001. Sapi Perah Daerah Tropis. Erlangga.Jakarta
Suwarsono. 2002. Kondisi Peternakan Sapi Perah Dan Kualitas Susu Di Pulau Jawa. Buletin PPSKI, 5 (27) 1988: 39-40.
Swenson. 2008. Pengantar Peternakan Di Daerah Tropis. UGM Press. Yogyakarta.