Perusahaan asuransi TKI juga
menjadi salah satu entitas bisnis penikmat. Untung berlipat dari para
TKI. Di NTB saja, dalam setahun, Rp 3 miliar uang TKI mengalir pada
perusahaan asuransi. Sementara klaim pertanggungan yang dibayarkan tentu
tak sebesar itu.
TIGA konsorsium
asuransi ada saat ini yakni Konsorsium Jasindo dengan koordinator PT
Jasindo, Konsorsium Astindo dengan koordinator PT Asuransi Adira
Dinamika, dan Konsorsium Mitra TKI dengan koordinator PT Asuransi Sinar
Mas.
Keputusan menteri untuk tiga konsorsium
asuransi TKI mulai berlaku semenjak 30 Juli 2013. Tiga konsorsium inilah
yang bergerak dan melayani asuransi TKI NTB.
Ambil contoh Konsorsium Jasindo yang
melayani 12 ribu pemegang polis asuransi selama setahun. Jasindo
mengumpulkan premi antara Rp 300 juta hingga Rp400 juta sebulan.
Setiap pemegang polis asuransi TKI
membayar asuransi dengan rincian Rp 50 ribu untuk pra penempatan.
“Selanjutnya pembayaran premi sebesar Rp 350 ribu masa penempatan dan
harga yang sama pada purna kerja,” ujar Staf Klaim PT Jasindo Riki
Irawa.
Jika dalam setahun Jasindo menerima 12
ribu pemegang polis, maka dana yang masuk untuk asuransi TKI ini
sedikitnya Rp 3 miliar setahun. Adapun klaim yang dibayarkan pun sesuai
dengan peraturan yang berlaku. Tapi jumlahnya tak sebesar itu.
Jasindo sendiri membayarkan klaim
asuransi kepada TKI bermasalah seperti ditolak oleh Imigrasi di negara
penempatan. Termasuk kecelakaan kerja, dan kematian.
Ahli waris TKI meninggal pemegang polis
akan memperoleh Rp 80 juta dengan Rp 5 juta di dalamnya untuk biaya
pemakaman. “Tapi tentu untuk pembayaran klaim ini harus memenuhi syarat
sesuai peraturan yang ditetapkan. Dokumennya harus lengkap,” papar Riki.
Pekerjaan perusahaan asuransi TKI ini
pun mudah. Mereka tak harus capek ke lapangan. Dikatakan, perusahaan
asuransi ini tidak terlibat dalam mencari TKI. Hanya saja, konsorsium
menerima TKI dari PPTKIS.
Jasindo sendiri membayar klaim TKI
hingga Rp 1 miliar dalam setahun. Yang berarti di atas kertas mereka
bisa untung hingga Rp 2 miliar setahun.
Meski jumlah pemegang polis asuransi itu
mencapai 12 ribu pertahun, Riki menjelaskan tentu tidak seluruhnya yang
dibayarkan klaimnya.
Sementara itu, Manager Tekhik Jasindo
Chandra mengatakan proses permohonan asuransi bisa dilakukan di kantor
LTSP. Menurut dia, pembayaran klaim asuransi TKI tersebut juga sesuai
dengan batas limitnya. Juga berdasarkan invoice dari rumah sakit. “Itu
berlaku bagi kecelakaan kerja. Sudah ada batas limitnya,” tandas dia.
Tapi, menurut Chandra hitung-hitungan
keuntungan pun tidak bisa dipukul rata sedemikian rupa. Pasalnya,
terdapat pengeluaran lainnya yang harus ditutupi seperti gaji karyawan,
serta berbagai hal terkait perusahaan. Bahkan 20 sampai dengan 30 persen
dari keuntungan tersebut dialokasikan untuk kebutuhan perusahaan.
Kepala Cabang PT Astindo H M Muazzim
Akbar mengatakan tetap konsisten untuk membayar klaim asuransi untuk
para TKI. Bahkan dalam setahun PT Astindo mengeluarkan Rp 1 miliar untuk
mebayar klaim asuransi TKI.
Klaim asuransi juga tetap akan
dibayarkan meskipun TKI pindah majikan. Kecuali TKI yang memang
nyata-nyata habis masa kontrak sehingga tergolong TKI gelap. “Sudah
lebih kurang 10 Tahun Astindo melayani asuransi TKI NTB. Kami komitmen
untuk membayarkan klaim asuransi para TKI NTB,” papar dia.
Besarnya perputaran uang dalam bisnis
asuransi ini menjadikan munculnya berbagai tudingan. Antara lain soal
penyelenggaraan asuransi Tenaga Kerja Indonesia yang disinyalir belum
dikelola baik dan transparan. Akibatnya, asuransi belum memberi
perlindungan secara adil kepada TKI.
“Kita minta dana asuransi TKI itu diaudit khusus,” kata anggota Fraksi PDIP DPRD NTB Ruslan Turmuji.
Audit tersebut, lanjutnya, sebagai
bentuk pengawasan oleh pemerintah. Pasalnya, Ruslan mengungkap bahwa
selama ini banyak sekali keluhan dari para TKI karena mereka kesulitan
untuk melakukan klaim asuransi.
“Banyak klaim asuransi tapi hanya sebagian yang dibayarkan,” kritiknya.
Menurutnya, sejauh ini, perusahaan
asuransi TKI terkesan hanya berorientasi pada uang premi sehingga sering
mengabaikan hak TKI untuk mendapatkan klaimnya. Padahal, perusahaan
asuransi TKI jelas banyak diuntungkan oleh banyaknya TKI yang akan
bekerja ke luar negeri dengan membayar uang premi asuransi secara benar
dan tertib.
“Pengelolaannya harus diawasi dengan baik. Itu kan uang rakyat dan jumlahnya tidak sedikit,” tegas Ruslan.
Masalah ini juga dibenarkan oleh Wakil
Ketua Komisi V DPRD NTB HMNS Kasdiono. Soal asuransi, lanjutnya, sudah
diatur dalam peraturan menteri. Selama ini, dana asuransi TKI di daeah
dikelola oleh perusahaan asuransi di pusat.
Untuk menyelesaikan masalah ini, maka
pihaknya juga mendorong agar Gubernur NTB M Zainul Majdi bisa bersuara
ke pusat, mendorong agar pengelolaan asuransi TKI bisa dialihkan ke
daerah.
“Kalau dibayarkan dan dikelola oleh
daerah, otomatis TKI kita juga akan lebih mudah dalam mengurus klaim
asuransi,” imbuh Kasdiono.
Apalagi, jumlah dana asuransi TKI asal
NTB juga tak sedikit. Ia membeberkan, ada sekitar 50 ribu penempatan TKI
di NTB setiap tahun. Dengan premi Rp 400 ribu, maka itu berarti ada
potensi asuransi TKI NTB bisa Rp 20 miliar setahun.
Namun, ia mengungkap, bahwa dari total
dana asuransi yang bernilai fantastis tersebut, hanya sekitar dua persen
saja yang klaimnya ditindaklanjuti perusahaan asuransi terkait.
Terpisah, Gubernur NTB TGB HM Zainul
Majdi satu suara dengan kalangan legislatif. Orang nomor satu di NTB ini
berniat mengusulkan ke pemerintah pusat agar ke depannya, asuransi
Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal NTB bisa dikelola sendiri oleh daerah.
“Saya setuju dengan itu. Kita memang menginginkan asuransi TKI itu bisa dikelola oleh daerah,” kata Gubernur.
Apalagi, lanjut dia, NTB merupakan salah
satu daerah penyalur TKI terbesar. Sehingga, dana asuransi TKI asal NTB
juga tak sedikit. “Dananya kan ini besar. Jadi memang sangat
disayangkan kalau semuanya harus dikelola pusat. Sebaiknya, oleh
daerah,” kata dia.
Sehingga, dana asuransi yang bersumber
dari para pahlawan devisa itu pun bisa dimaksimalkan untuk mengembangkan
potensi di daerah. Termasuk meningkatkan pelayanan bagi para TKI itu
sendiri.
“Kalau dibayarkan dan dikelola oleh daerah, otomatis TKI kita juga akan lebih mudah dalam mengurus klaim asuransi,” imbuhnya. (tan/uki/r10)